Presiden Donald Trump, yang cenderung senang berbicara di hadapan massa yang ramai, dijadwalkan menyampaikan pesan yang telah direkam sebelumnya kepada Majelis Umum PBB, sementara ia bergulat menghadapi pandemi virus corona, hubungan dingin antara AS dan China, serta ancaman yang masih terus berlangsung dari Korea Utara dan Iran, semuanya terjadi selama kampanye memanas menjelang pemilihan presiden bulan November.
Trump mengatakan kepada wartawan bahwa ia memiliki “pesan kuat” untuk China, di mana kasus pertama COVID-19 dilaporkan, tetapi ia tidak merincinya menjelang pidato hari Selasa (22/9). Pada awal pemerintahannya, Trump menerima Presiden China Xi Jinping di kelabnya di Florida, tetapi sekarang kedua pemimpin itu saling melontarkan kemarahan terkait perdagangan.
Pemerintah AS mengecam Partai Komunis China atas penanganan terhadap Covid-19, campur tangan pemilu, spionase di AS dan upaya menyebarkan pengaruh di berbagai penjuru dunia.
BACA JUGA: Majelis Umum PBB Memulai Sidang Bersejarah Hari SelasaTrump tidak populer di PBB dan pidatonya tahun ini berlangsung pada waktu para anggota PBB menolak menyetujui langkah Washington. Hari Senin, Trump menyatakan semua sanksi PBB terhadap Iran telah diberlakukan kembali, suatu langkah yang oleh hampir seluruh dunia ditolak dan disebut ilegal.
Pernyataan Trump muncul tidak lama setelah ia menandatangani perintah eksekutif yang menjelaskan bagaimana AS akan menegakkan sanksi-sanksi yang diberlakukan kembali. “Tindakan saya hari ini mengirim pesan jelas kepada rezim Iran dan mereka di komunitas internasional yang menolak bangkit melawan Iran,” katanya.
BACA JUGA: Peringatan 75 Tahun PBB di Tengah PandemiAS menyatakan memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran karena tidak mematuhi perjanjian nuklir 2015 antara Teheran dan negara-negara berpengaruh di dunia. Tetapi Trump pada tahun 2018 telah keluar dari perjanjian itu, di mana Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi-sanksi bernilai miliaran dolar.
Sedikit negara anggota PBB meyakini AS memiliki landasan hukum untuk memulihkan sanksi-sanksi karena Trump mundur dari perjanjian itu. AS berpendapat negara itu masih memiliki hak demikian sebagai partisipan awal dalam perjanjian itu dan juga anggota dewan.
Gedung Putih belum mengeluarkan pratinjau pidato Trump di PBB, tetapi Trump diperkirakan akan menyoroti kesepakatan yang diperantarai AS antara Israel dan Uni Emirat Arab serta Bahrain. Perjanjian bersejarah itu muncul sementara hubungan antara negara Yahudi dan negara-negara Arab mencari, dan merupakan suatu pukulan balik terhadap Iran.
Trump kemungkinan besar akan menerima pujian karena memperantarai kerja sama ekonomi antara Serbia dan Kosovo dan karena menekan negara-negara NATO untuk memenuhi janji mereka mengeluarkan dua persen dari Produk Domestik Bruto mereka untuk pertahanan mereka sendiri, guna mengurangi beban aliansi.
Ia juga mungkin akan menyampaikan pesan untuk pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. Pada tahun 2017, Trump memberitahu PBB ia membawa “pesan perdamaian,” tetapi kemudian ia mengatakan apabila AS dipaksa untuk membela diri dari Kim, “kami tidak akan punya pilihan selain menghancurkan Korea Utara sepenuhnya.” Ia menyebut Kim rocket man, tetapi sejak itu ia telah tiga kali bertemu Kim, meskipun Korea Utara belum mengambil langkah untuk menyerahkan senjata nuklirnya.
Trump telah berselisih dengan berbagai organisasi multilateral selama masa kepresidenannya, meskipun stafnya menyatakan ia tidak menentang semua kelompok multilateral, kecuali kelompok yang tidak efektif. Setelah COVID-19 mewabah, Trump menarik dukungan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dengan mengatakan WHO terlalu berutang budi pada China. [uh/ab]