Kepala Biro Gedung Putih VOA Patsy Widakuswara mengulas peluang perdamaian di Gaza, di tengah upaya pemerintahan Joe Biden yang akan segera berakhir untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata.
Penderitaan tak terbayangkan terjadi selama 14 bulan terakhir di Gaza, sementara Israel terus melancarkan kampanye militernya sebagai balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Puluhan orang masih disandera Hamas, yang AS labeli sebagai kelompok teroris.
Presiden terpilih AS Donald Trump mengatakan, jika para sandera tidak dibebaskan sebelum ia resmi menjabat pada 20 Januari, ia akan mengambil tindakan yang bisa memporak-porandakan Hamas.
“Mereka (Hamas, red) harus memutuskan sendiri apa maksudnya ini, tapi yang jelas, itu tidak akan menyenangkan,” tegasnya.
Trump mengklaim bahwa bulan lalu ia turut andil dalam gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hezbollah di Lebanon, yang dimediasi oleh AS dan Prancis.
Namun, rencana Trump untuk Gaza belum jelas.
BACA JUGA: Paus Kembali Kecam 'Kekejaman' Serangan Israel di Gaza“Presiden Trump mungkin memiliki sumber daya yang dapat AS gunakan di Jalur Gaza untuk memberi tekanan militer kepada Hamas. Tapi saya tidak melihat bagaimana hal itu akan jauh lebih keras daripada apa yang sudah dilakukan Israel selama 14 bulan terakhir. Mungkin ada langkah lain, yang saya harap bukan itu yang dipilih—seperti membatasi masuknya bantuan kemanusiaan,” kata Ahmed Fouad Alkhatib, peneliti senior di lembaga pemikir Atlantic Council, dalam wawancara dengan VOA melalui Skype.
Sementara itu, pemerintahan AS yang masih menjabat saat ini terus mendorong lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza dan berupaya mencapai kesepakatan senjata sebelum Presiden Joe Biden melepaskan jabatannya, ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Rabu (18/12).
“Gaza harus menjadi sesuatu yang berbeda, di mana Hamas tidak lagi berkuasa, Israel juga tidak perlu memegang kendali, dan ada sesuatu yang berkesinambungan setelahnya, yang memungkinkan tata kelola pemerintahan, keamanan, dan rekonstruksi Gaza,” ujar Blinken.
Namun, tujuan tersebut masih sulit dicapai meski ada dorongan diplomatik baru dari Washington bersama Turki, Mesir, dan Qatar.
Your browser doesn’t support HTML5
Para analis menyebut gencatan senjata tetap tidak pasti, baik sebelum maupun setelah Trump dilantik pada Januari mendatang. Akan tetapi, periode transisi itu dianggap pihak lawan sebagai sebuah peluang, kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pada Rabu (18/12).
“Jadi suatu keharusan bagi kita, baik pemerintahan Biden yang akan berakhir maupun pemerintahan Trump yang akan datang, untuk bekerja lebih erat daripada biasanya, menghabiskan lebih banyak waktu bersama, dan memastikan kita menyampaikan pesan bersama yang jelas kepada teman maupun lawan kita di Timur Tengah,” jelasnya.
Pesan utama dari Biden maupun Trump adalah bahwa AS ingin konflik tersebut segera berakhir. Namun, sejauh ini kedua pihak yang bertikai tidak menghiraukan pesan tersebut. [br/ab]