Mahkamah Agung (MA) AS, pada Senin (1/7), memutuskan bahwa mantan Presiden Donald Trump memiliki kekebalan dari tuntutan atas tindakan resmi apa pun yang dilakukan sewaktu menjabat untuk memperbaiki kekalahannya dalam pemilu 2020. Tetapi, ia tidak memiliki kekebalan atas tindakan tidak resmi di luar masa jabatannya sebagai presiden.
MA menyerahkan tanggung jawab kepada pengadilan yang lebih rendah untuk memutuskan dalam kasus apa Trump dapat dituntut.
Mantan presiden Donald Trump sangat gembira atas keputusan tersebut. Ia menulis dengan huruf besar semua di platform Truth Social-nya, “Kemenangan besar bagi Konstitusi dan demokrasi kita. Bangga menjadi orang Amerika Serikat.”
Putusan MA itu merupakan pertama kalinya pengadilan memutuskan apakah seorang mantan presiden dapat dituntut dalam kasus pidana atas tindakan yang dilakukannya ketika menjabat, atau apakah dia mempunyai kekebalan dari tuntutan. Keputusan itu tampaknya membiarkan pertanyaan dijawab berdasarkan kasus per kasus dan keadaan masing-masing.
Landasan yurisprudensi AS menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum, bahwa setiap orang mempunyai kebebasan yang sama, namun setiap orang dapat dituntut karena melanggar hukum. Sekali lagi, keputusan tersebut tampaknya mengandung ambiguitas dan masih perlu ada putusan lebih lanjut.
Trump membuat klaim besar mengenai kekebalan eksekutif. Ia mengatakan bahwa dalam upaya memperbaiki kekalahannya dalam pemilu empat tahun lalu, ia bertindak secara resmi sebagai presiden dalam upaya menegakkan integritas hasil pemilu, dan bersikeras bahwa ia kalah hanya karena kecurangan dan penyimpangan pemilu.
Trump kalah dalam lebih dari 50 kasus yang mengklaim bahwa dia dicurangi dalam upayanya kembali menjabat presiden untuk empat tahun kedua. Sampai sekarang ia sering membuat klaim palsu yang sama, hanya sesekali ia mengatakan bahwa dia kalah dari Biden. [ka/rs]