Dalam pidato kenegaraannya yang kedua pada Selasa malam (5/2), Presiden Amerika Donald Trump menguraikan agenda yang mencakup seruan persatuan dan kerja sama bipartisan. Tetapi dia juga mengecam apa yang disebutnya “investigasi partisan yang konyol” dan bersikap teguh dengan permintaannya akan tembok di sepanjang perbatasan selatan Amerika.
Presiden Donald Trump keluar dari tradisi dengan memulai Pidato Kenegaraannya di depan sidang paripurna Kongres tanpa menunggu untuk diperkenalkan oleh ketua DPR dari Partai Demokrat, Nancy Pelosi. Trump dan Pelosi berselisih dalam beberapa pekan terakhir.
“Kita harus menolak politik balas dendam, perlawanan, dan retribusi," kata Presiden Trump.
Seperti biasa, Trump memberikan daftar panjang pencapaiannya “Tidak ada negara mana pun di dunia ini yang dapat bersaing dengan Amerika,” lanjutnya.
Tetapi imigrasi segera menempati posisi garis depan, isu yang dipertentangkan dengan Demokrat yang terus menolak permintaannya akan dana sebesar $5,7 miliar untuk membangun dinding perbatasan.
Your browser doesn’t support HTML5
“Pada masa lalu, sebagian besar orang di ruangan ini menyetujui pembangunan tembok, tetapi tembok yang pantas tidak pernah dibangun. Saya akan membuatnya dibangun,” imbuh Presiden Trump.
Tembok permusuhan itu menutup sebagian kantor pemerintah federal selama 35 hari. Jika tidak ada kesepakatan yang dicapai pada 15 Februari, penutupan pemerintah tampaknya akan terjadi lagi.
Dr. Todd L. Belt adalah direktur Program Manajemen Politik di George Washington University, Washington, D.C. Dia berpendapat, “Dia tidak menyampaikan apa pun yang ingin didengar oleh Demokrat. Dia tidak mengajukan penawaran. Dia tidak mengusulkan kompromi. Saya rasa dia tidak mengajak siapa pun untuk mencari solusi.”
Para anggota parlemen perempuan dari Partai Demokrat mengenakan pakaian putih untuk memperingati gerakan hak pilih yang melahirkan hak pilih perempuan.
Sebagian besar mereka tidak bertepuk tangan selama pidato berlangsung, kecuali pada kesempatan ketika Trump mengajak untuk mengakhiri perselisihan, dan mengatakan bahwa satu abad setelah gerakan hak pilih tersebut, jumlah perempuan yang menjadi anggota Kongres mencapai rekor tertinggi dalam sejarah.
Mengenai kebijakan luar negeri, Trump menyatakan dukungannya untuk perubahan rezim di Venezuela, dan membanggakan apa yang dianggapnya sebagai keberhasilan, termasuk perang dagang dengan Tiongkok, penarikan diri Amerika dari perjanjian nuklir dengan Rusia, peredaan ketegangan dengan Korea Utara, dan tekanan terus menerus terhadap Iran.
Trump menguraikan unsur-unsur agenda bipartisan seperti meningkatkan infrastruktur, memberikan cuti dengan gaji penuh bagi pekerja perempuan yang melahirkan, menurunkan biaya perawatan kesehatan, memberantas HIV, virus penyebab AIDS, dan kanker pada anak-anak. Namun dia juga mengajukan isu-isu yang penting bagi basis politiknya, termasuk undang-undang yang melarang aborsi janin yang mendekati kelahiran, dan mengecam penyelidikan tentang kemungkinan adanya kolusi antara kampanye kepresidenannya dan Rusia dalam pemilu 2016.
“Jika kita ingin ada perdamaian dan legislasi, maka tidak boleh ada perang dan investigasi,” lanjutnya.
Stacey Abrams, yang kalah tipis dalam pemilihan November lalu untuk menjadi gubernur Georgia, menyampaikan tanggapan Partai Demokrat. Ia menyoroti akses pada hak memberikan suara. “Kita harus menolak sinisme yang mengatakan bahwa membiarkan setiap suara yang memenuhi syarat untuk diberikan dan dihitung adalah perebutan kekuasaan.”
Dari kesetaraan pernikahan, perawatan kesehatan, hingga perlawanan terhadap rasisme, Stacy Abrams menjabarkan agenda partainya.
Sherri Bebitch Jeffe adalah analis politik dari University of Southern California di Los Angeles. Ia mengatakan, “Saya kira tanggapan itu mengirim pesan bahwa inilah Partai Demokrat sekarang, yang diwakili oleh seorang wanita, seorang wanita kulit hitam, seorang wanita yang tidak berasal dari kelas politik.”
Momen penting lainnya, mungkin pertama kali dalam pidato kenegaraan adalah ketika para anggota Kongres menyanyi bersama lagu "Selamat Ulang Tahun (Happy Birthday)" untuk salah seorang tamu presiden, penyintas pembantaian yang terjadi di sinagog Pittsburgh, Judah Samet, pada hari ulang tahunnya yang ke-81. [pw/uh]