36 LSM Anti Korupsi Sampaikan 5 Tuntutan kepada Presiden SBY

  • Alina Mahamel

Wamenkumham, Denny Indrayana, didampingi para Pegiat LSM Anti Korupsi memberikan keterangan pers seusai melakukan dialog dengan Presiden Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/1).

36 LSM dari sejumlah daerah di Indonesia yang tergabung dalan Jaringan Masyarakat Antikorupsi berdialog dengan Presiden SBY hari Rabu (25/1). Tokoh-tokoh pegiat anti korupsi ini mendesak Presiden untuk menempuh langkah-langkah prioritas dalam pemberantasan korupsi.

Dialog Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan tokoh pegiat anti korupsi ini berlangsung di Istana Negara, Rabu pagi (25/1) di Jakarta. Ini merupakan lanjutan dari dialog yang pernah berlangsung sebelumnya pada peringatan Hari Anti Korupsi, Desember tahun lalu, di Semarang.

Presiden Yudhoyono mengatakan, “Dengan saudara–saudara menyampaikan kritik termasuk rekomendasi tentu berguna bagi semua upaya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Tentang kemarahan, ketidaksabaran dan kritik dari masyarakat menyangkut kok masih saja ada korupsi di negeri kita, Saya menerima.”

Menurut Presiden SBY, ia mendengarkan berbagai masukan dan kritik yang datang dari berbagai pihak terkait pemberantasan korupsi yang berlangsung selama ini dan menegaskan dirinya tidak menunda izin pemeriksaan terhadap kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi.

Presiden SBY menambahkan, “Banyak yang tidak sampai ke saya, surat itu tidak sampai ke Kejaksaan Agung, tidak sampai ke kepolisian. Barangkali masih di daerah tetapi orang tahunya surat itu masih berada di meja presiden.”

Pegiat anti korupsi mendesak presiden untuk menempuh langkah-langkah nyata dalam 5 isu prioritas. Teten Masduki, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia selaku perwakilan LSM anti korupsi menyampaikan 5 tuntutan itu.

Sekjen Transparency International Indonesia Teten Masduki dan Wamenkumham Denny Indrayana (kanan) memberikan keterangan seusai dialog dengan Presiden Yudhoyono.

Teten Masduki, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, menjelaskan,“Yang pertama, isu tentang penegakan hukum, kami belum puas. Lalu yang kedua kita juga berbicara mengenai korupsi di daerah, ini yang bertemali juga dengan soal-soal hukum, banyak kasus yang dihentikan oleh kejaksaan dan selalu mengkambinghitamkan izin presiden dan juga korupsi di sumber daya alam khususnya batubara, yang ketiga masalah efisiensi anggaran, keempat kita membahas reformasi birokrasi dan kelima membahas soal penguatan gerakan civil society.”

Secara khusus, perwakilan dari LSM daerah yaitu Pokja 30, Samarinda, Kalimantan Timur, Carolus Tuah, menyoroti tentang korupsi pejabat di daerah yang selama ini terkendala oleh izin pemeriksaan.

Carolus Tuah mengungkapkan, “Contoh terakhir itu adalah gubernur yang sudah ditetapkan 1.5 tahun lalu sebagai tersangka tetapi tidak diperiksa-periksa oleh Kejaksaan Agung. Selama ini Kejaksaan Agung memberikan kambing hitam bahwa seolah-olah problem itu ada di surat izin. Ternyata tadi saya cek, Pak SBY bilang gak ada tuh suratnya di meja saya. Jangan sampai ini terulang, kita gak butuh kerumitan koordinasi dan administrasi.”

Menanggapi hal ini Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang memberikan keterangan kepada pers seusai dialog ini mengatakan.

“Sebenarnya bagi beliau yang penting bukan permintaan persetujuan tetapi lebih kepada pemberitahuan,” ujar Deny Indrayana.

Setelah dialog ini, ke depan presiden berharap pimpinan LSM dan aktivis gerakan anti korupsi ini dapat menyusun daftar kasus kasus yang terhambat di kepolisian maupun kejaksaan sampai dengan pertemuan berikutnya di awal April 2012 mendatang.