Turki tidak akan membatalkan keputusannya untuk mengerahkan sistem pertahanan udara Rusia meskipun menghadapi sanksi-sanksi AS.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengeluarkan pernyataan itu, Kamis (17/12), menanggapi pertanyaan mengenai respons Turki terhadap keputusan AS untuk menghukum negara itu karena transaksi militernya dengan Rusia.
Dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi 24 Turki, Cavusoglu juga mengatakan Turki sedang mempertimbangkan langkah-langkah untuk membalas sanksi-sanksi AS tersebut, tetapi tidak bersedia mengungkapkan apa langkah-langkah itu.
Awal pekan ini, AS mengumumkan telah menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap Turki karena membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Sanksi-sanksi itu dijatuhkan berdasarkan pada undang-undang AS yang dikenal sebagai CAATSA, yang bertujuan untuk membatasi pengaruh Rusia.
Sanksi-sanksi tersebut menarget PDI (Presidency of Defense Industries), lembaga sipil yang didirikan pemerintah untuk mengelola industri pertahanan, serta sistem dan suplai teknologi militer Turki; ketua PDI, dan tiga pejabat tinggi Turki lainnya.
Sanksi-sanksi itu akan memblokir aset apa pun yang mungkin dimiliki keempat pejabat tersebut di yurisdiksi AS, dan melarang mereka masuk ke AS. Sanksi-sanksi itu juga mencakup larangan sebagian besar ekspor, pinjaman, dan kredit ke PDI.
Ini adalah pertama kalinya CAATSA digunakan untuk menghukum sekutu AS.
“Jika kami mundur, kami akan melakukannya sebelumnya,'' kata Cavusoglu menanggapi pertanyaan apakah Turki akan membatalkan kesepakatan S-400 dengan Rusia.
Cavusoglu menambahkan, “Sekarang kami sedang mengevaluasi dampak dari sanksi-sanksi ini dengan sangat rinci, dan akan mengambil langkah-langkah yang sesuai.’
Menteri itu juga menggambarkan bahwa sanksi-sanksi tersebut merupakan kekeliruan secara hukum dan politik karena pembelian sistem pertahanan Rusia itu dilakukan pada 2017, sebelum undang-undang CAATSA diberlakukan.
Cavusoglu mengatakan bahwa peningkatan hubungan antara Turki dan Amerika Serikat akan bergantung pada kemampuan Presiden terpilih Joe Biden untuk menangani keluhan Ankara.
Hubungan antara keduanya telah terganggu oleh banyak perselisihan, termasuk pemenjaraan warga Amerika dan staf konsuler lokal, dukungan AS untuk pejuang Kurdi Suriah yang dianggap teroris oleh Turki, dan keberadaan seorang ulama Muslim Turki di AS yang dituduh mendalangi upaya kudeta 2016 di Turki.
AS sebelumnya telah menolak rencana Turki membeli jet siluman buatan AS, F-35 , dengan mengatakan penggunaannya bersamaan dengan teknologi Rusia akan membahayakan keselamatan jet tempur itu. Washington juga mengatakan sistem Rusia tidak akan kompatibel dengan sistem pertahanan NATO. [ab/uh]