Pandemi virus corona telah menjadi tragedi kemanusiaan. Seperti data yang dirilis Gugus Tugas Penanganan Covid-19, ribuan orang sakit dan ratusan meninggal dunia. Wabah ini juga mengakibatkan jutaan masyarakat kelas bawah mengalami kesulitan hidup.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengambil sikap terkait kondisi itu, dengan seruan moral untuk solidaritas bangsa. Seruan yang disampaikan Senin (13/4) sore itu berisi delapan butir pernyataan dan dibacakan Rektor UGM, Panut Mulyono. Sejumlah guru besar, pimpinan lembaga kampus dan dekan fakultas turut ambil bagian dari pertemuan daring.
Panut Mulyono menegaskan, menghadapi tragedi virus corona ini, dibutuhkan solidaritas nasional dan sikap saling bahu membahu seluruh elemen bangsa. Dari delapan butir sikap yang disampaikan, salah satunya UGM meminta pemerintah memperkuat koordinasi penanganan bencana ini.
“Meminta kepada pemerintah memperkuat koordinasi antar instansi dan antar level pemerintahan, serta mengomunikasikan secara utuh perkembangan penanganan COVID-19 kepada masyarakat,” kata Panut.
Selain itu, UGM juga meminta seluruh komponen bangsa menyatukan energi untuk memperkuat upaya melawan COVID-19 dengan mengesampingkan motif politik, sekat-sekat ideologi dan kepartaian, dan kepentingan sempit lainnya. Menghentikan sikap saling menghujat dan provokasi karena penanganan wabah bukan hanya menjadi tanggung jawab Presiden dan jajarannya, namun tanggung jawab bersama. Seluruh pihak juga harus mengawal bersama implementasi program tanggap darurat dan penanganan dampak sosial-ekonomi yang disiapkan Pemerintah.
UGM juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh tenaga medis baik dokter, perawat, laboran, dan semua petugas kesehatan yang mempertaruhkan kesehatan dan keselamatannya. Memberikan apresiasi kepada seluruh kekuatan sosial, masyarakat, dan relawan. Juga mengajak segenap pimpinan universitas untuk terus memberikan dukungan baik finansial maupun nonfinansial guna penanganan virus corona.
Your browser doesn’t support HTML5
“UGM juga mengajak semua komponen bangsa memperkuat sikap kerelawanan dan kesetiakawanan sosial demi kuatnya solidaritas nasional melawan COVID-19,” lanjut Panut.
Pola Koordinasi Baru
Dekan Fisipol UGM, Erwan Agus Purwanto menyebut, virus corona adalah bencana baru bagi pemerintah, baik Indonesia maupun negara lain. Belum ada pengalaman negara lain yang bisa dijadikan patokan pengambilan kebijakan bagi pemerintah Indonesia. Karena itulah, dia memaklumi apabila langkah yang diambil pemerintah cenderung dinamis.
Karena itulah, koordinasi yang dilakukan pemerintah tidak bisa sepenuhnya dilakukan berdasar aturan baku yang selama ini dipatuhi. Kali ini pemerintah harus menerapkan jalur koordinasi dalam situasi darurat.
“Kalau semua punya semangat yang sama, gotong royong, maka bisa saja Gubernur mengingatkan seorang menteri, mengusulkan sesuatu kepada Presiden. Dan inisiatif tidak harus menunggu perintah dari seorang Presiden, tetapi seorang Gubernur atau Bupati/Walikota bisa melakukan inisiatif. Tetapi inisiatif itu tentu saja perlu dikomunikasikan. Jadi ini sebuah model koordinasi baru yang memang belum pernah kita alami, cara kita berkoordinasi berbeda dengan situasi normal,” papar Erwan.
Erwan memberi contoh, dalam penggunaan masker, apa yang diterapkan pada awal pandemi di seluruh dunia sama, yaitu masker hanya dipakai mereka yang sakit. Pada perkembangannya, WHO merekomendasikan bahwa setiap orang harus mengenakannya. Karena itu pula, keputusan pemerintah Indonesia mengalami perubahan. Begitu pula dalam penerapan aturan-aturan lain yang dibuat berdasar perkembangan yang terjadi.
BACA JUGA: Tanpa Mudik, Pakar Prediksi Positif Corona di Indonesia Mencapai 6 RibuTerkait penutupan wilayah, misalnya, menurut Erwan ada perbedaan sikap terkait hal ini di masyarakat. Erwan meyakini, pertimbangan pemerintah pusat lebih menyeluruh, terkait apakah akan menerapkan kebijakan lockdown atau tidak.
“Oleh karena itu pemerintah berpikir, bagaimana menyelaraskan kebijakan melindungi masyarakat dari wabah tetapi pada saat yang sama tetap membuka ruang agar kegiatan ekonomi tidak tertutup sama sekali, karena itu beresiko pada munculnya kerusakan sosial. Mudah-mudahan kita sudah 1,5 bulan belajar, dan kebijakan pemerintah makin hari makin baik,” tambah Erwan.
Kerjasama Antar Sektor
Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Ova Emilia menekankan peningkatan kerja sama lebih luas antarlembaga. Dia memberi contoh, data lapangan yang menunjukkan adanya lonjakan ODP dan PDP berdampak pada kebutuhan tempat karantina lebih banyak. Sektor kesehatan tidak akan mampu menyelesaikan tantangan itu, karena membutuhkan banyak gedung yang dimiliki instansi lain.
Selain itu, rumah sakit yang langsung melayani pasien juga memiliki induk beragam.
“Rumah sakit ini kalau di Indonesia, memang itu urusan kesehatan, tetapi itu dimiliki oleh sektor yang berbeda-beda. Ada yang Pemda, ada yang milik lembaga vertikal dan ini mempunyai alur komando yang berbeda-beda. Dan pada posisi sekarang ini mereka harus bekerja bersama-sama dan harus diputuskan bersama-sama untuk kepentingan dari yang masyarakat,” kata Ova.
BACA JUGA: RS di Yogya Keluhkan APD, Rujukan, Hingga Kelambanan Uji LabSetiap rumah sakit juga memiliki kebutuhan beragam yang membutuhkan dukungan. Ada yang butuh dukungan sumber daya manusia, peralatan, atau kedua-duanya secara bersama.
Setiap pihak, kata Ova, selayaknya tidak berupaya menonjolkan peran diri sendiri di tengah bencana ini.
“Kadang-kadang masing-masing ingin tampak berpartisipasi lebih. Jadi kadang-kadang malah itu menjadi menjadi kurang baik di lapangan. Jadi fleksibel dan mengedepankan kepentingan atau visi bersama yang akan dicapai oleh kita semuanya, yaitu mengatasi dan mengurangi sedikit mungkin kematian yang dialami akibat covid ini,” ujarnya. [ns/ab]