Satu uji klinis vaksin baru anti-demam berdarah menunjukkan kemajuan menuju perang melawan penyakit yang paling umum ditularkan nyamuk tersebut.
Demam berdarah endemik di daerah tropis, dengan lebih dari 2,5 miliar orang di 128 negara berisiko. Gejala demam berdarah berkisar dari sakit dan demam hingga gangguan peredaran darah, koma, dan kematian. Sekitar 21.000 orang meninggal akibat demam berdarah setiap tahun, dan jumlah kasus itu meningkat, termasuk wabah di Amerika tenggara.
Belum ada vaksin pencegah demam berdarah. Kesulitan membuat vaksin itu, antara lain, karena ada empat jenis berbeda penyakit tersebut tetapi saling terkait. Mereka yang sembuh dari satu virus tertentu mempunyai kekebalan seumur hidup, tetapi hanya untuk jenis itu. Jadi, menurut Scott Halstead, dari Dengue Vaccine Initiative, mereka masih berisiko tertular penyakit yang sama tetapi jenis berbeda.
Ia mengatakan, "Dengue biasanya menyebabkan demam akut singkat, semacam penyakit flu disertai ruam. Setelah sembuh, orang memiliki kekebalan seumur hidup terhadap jenis penyakit yang idap itu, misalnya tipe 1. Tetapi orang kemudian rentan terkena tipe 2 atau 3 atau 4. Yang kami pelajari, dua penyakit berbeda, misalnya tipe 1 dan tipe 2, bisa menyebabkan penyakit yang sangat parah, disebut demam berdarah dengue, dan ini terjadi di seluruh wilayah tropis, terutama Asia dan tropis Amerika."
Itu sebabnya, peneliti memusatkan perhatian pada pengembangan vaksin yang disebut tetravalen, mencontoh pada keberhasilan vaksin demam kuning, menggabungkan ke empat jenis virus dengue yang dilemahkan menjadi vaksin tunggal.
Halstead, yang tidak terlibat percobaan klinis baru, mengatakan perusahaan farmasi, Sanofi Pasteur, melakukan pendekatan molekuler untuk membuat vaksinnya.
"Mereka sebenarnya menyambung masing-masing gen ke empat virus dengue menjadi penunjang demam kuning. Jadi, ini adalah vaksin gabungan, disebut chimera, yang menggabungkan vaksin tiruan demam kuning dengan protein permukaan demam berdarah. Tetapi, itu adalah campuran vaksin dengue 1 , 2, 3 dan 4," paparnya.
Pada percobaan pertama untuk menentukan apakah vaksin benar-benar bisa mencegah penyakit itu, vaksin buatan Sanofi diuji-cobakan pada 4.000 anak sekolah di Thailand. Anak-anak itu mendapat tiga dosis, apakah berisi vaksin atau plasebo. Jarak antar dosis yang enam bulan untuk meniru reaksi alami kekebalan orang yang berkembang secara bertahap. Dua tahun kemudian, vaksin itu tampaknya telah melindungi anak-anak dari tiga dari empat jenis virus, tetapi bukan jenis yang paling umum, yang menyebabkan sekitar 40 persen kasus demam berdarah parah di seluruh dunia.
Tetapi, hasil-hasil itu menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman, dan memungkinkan secara teknologi.
Meskipun Halstead dan banyak pakar dengue lain menyatakan kecewa karena vaksin Sanofi tidak lebih ampuh, mereka menilainya sebagai langkah maju yang penting.
Sanofi sudah mengujicoba vaksin barunya dalam tiga tahap besar yang melibatkan lebih dari 30.000 orang di 10 negara, dengan hasil diperkirakan tahun 2014. Laporan percobaan tahap 2, dan komentar Dr. Halstead itu, diterbitkan dalam jurnal medis "The Lancet".
Belum ada vaksin pencegah demam berdarah. Kesulitan membuat vaksin itu, antara lain, karena ada empat jenis berbeda penyakit tersebut tetapi saling terkait. Mereka yang sembuh dari satu virus tertentu mempunyai kekebalan seumur hidup, tetapi hanya untuk jenis itu. Jadi, menurut Scott Halstead, dari Dengue Vaccine Initiative, mereka masih berisiko tertular penyakit yang sama tetapi jenis berbeda.
Ia mengatakan, "Dengue biasanya menyebabkan demam akut singkat, semacam penyakit flu disertai ruam. Setelah sembuh, orang memiliki kekebalan seumur hidup terhadap jenis penyakit yang idap itu, misalnya tipe 1. Tetapi orang kemudian rentan terkena tipe 2 atau 3 atau 4. Yang kami pelajari, dua penyakit berbeda, misalnya tipe 1 dan tipe 2, bisa menyebabkan penyakit yang sangat parah, disebut demam berdarah dengue, dan ini terjadi di seluruh wilayah tropis, terutama Asia dan tropis Amerika."
Itu sebabnya, peneliti memusatkan perhatian pada pengembangan vaksin yang disebut tetravalen, mencontoh pada keberhasilan vaksin demam kuning, menggabungkan ke empat jenis virus dengue yang dilemahkan menjadi vaksin tunggal.
Halstead, yang tidak terlibat percobaan klinis baru, mengatakan perusahaan farmasi, Sanofi Pasteur, melakukan pendekatan molekuler untuk membuat vaksinnya.
"Mereka sebenarnya menyambung masing-masing gen ke empat virus dengue menjadi penunjang demam kuning. Jadi, ini adalah vaksin gabungan, disebut chimera, yang menggabungkan vaksin tiruan demam kuning dengan protein permukaan demam berdarah. Tetapi, itu adalah campuran vaksin dengue 1 , 2, 3 dan 4," paparnya.
Pada percobaan pertama untuk menentukan apakah vaksin benar-benar bisa mencegah penyakit itu, vaksin buatan Sanofi diuji-cobakan pada 4.000 anak sekolah di Thailand. Anak-anak itu mendapat tiga dosis, apakah berisi vaksin atau plasebo. Jarak antar dosis yang enam bulan untuk meniru reaksi alami kekebalan orang yang berkembang secara bertahap. Dua tahun kemudian, vaksin itu tampaknya telah melindungi anak-anak dari tiga dari empat jenis virus, tetapi bukan jenis yang paling umum, yang menyebabkan sekitar 40 persen kasus demam berdarah parah di seluruh dunia.
Tetapi, hasil-hasil itu menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman, dan memungkinkan secara teknologi.
Meskipun Halstead dan banyak pakar dengue lain menyatakan kecewa karena vaksin Sanofi tidak lebih ampuh, mereka menilainya sebagai langkah maju yang penting.
Sanofi sudah mengujicoba vaksin barunya dalam tiga tahap besar yang melibatkan lebih dari 30.000 orang di 10 negara, dengan hasil diperkirakan tahun 2014. Laporan percobaan tahap 2, dan komentar Dr. Halstead itu, diterbitkan dalam jurnal medis "The Lancet".