Para pejabat Ukraina menyuarakan kekhawatiran mereka atas kelanjutan dukungan militer dari Barat, terutama Amerika Serikat. Para komandan militer Ukraina menyatakan mereka sangat membutuhkan bantuan tambahan, termasuk persenjataan canggih, untuk bisa unggul kembali secara strategi melawan pasukan Rusia yang lebih kuat.
Kondisi medan perang di Ukraina timur memburuk drastis dalam beberapa hari terakhir.
Dalam sebuah unggahan di media sosial pada Sabtu (13/4), panglima tertinggi angkatan bersenjata Ukraina, Kolonel Jenderal Oleksandr Syrskyi, mengungkapkan bahwa situasi di garis depan timur Ukraina memburuk setelah Rusia meningkatkan serangannya untuk menguasai lebih banyak wilayah Ukraina.
Mark Voyger adalah pakar pertahanan dari Center for European Analysis (Pusat Analisis Eropa). Ia menyebut Ukraina saat ini membutuhkan lebih banyak amunisi karena pasukannya nyaris tidak mampu lagi mempertahankan garis depan.
“Sayangnya, Ukraina tidak memiliki cukup amunisi untuk menyerang balik, sehingga situasinya sekarang agak memprihatinkan, terutama karena penundaan (bantuan). Yang menyedihkan, menurut saya, adalah perpolitikan di Kongres (AS) yang menahan bantuan bernilai $60 miliar yang telah dijanjikan. (Padahal), bantuan itu sangat penting bagi pertahanan Ukraina,” ujarnya.
BACA JUGA: Rusia Lancarkan Serangan Maut di Ukraina TimurDemi mengatasi kekurangan tentara dan amunisi, Parlemen Ukraina pekan lalu meloloskan RUU yang telah lama diperdebatkan, yang akan mempermudah pengidentifikasian warga laki-laki yang memenuhi syarat untuk mengikuti wajib militer. Pada awal April, Ukraina menurunkan batas usia wajib militer dari 27 tahun menjadi 25 tahun.
Para pejabat Ukraina telah menyatakan keprihatinan atas kemampuan negara itu untuk terus bertempur di garis depan dan di seluruh wilayahnya.
“Saya melihat apa yang terjadi di wilayah Kharkiv dan Sumy, dan itu adalah ketakutan terbesar saya. Dan saya khawatir mereka akan menyerang ke arah sana,” kata Solomiia Bobrovska, anggota Komisi Pertahanan, Keamanan, dan Intelijen Nasional di Parlemen Ukraina.
Ia juga menyatakan keprihatinan soal meningkatnya serangan Rusia terhadap infrastruktur penting Ukraina.
“Dengan menghancurkan infrastruktur energi, pasokan air, dan stasiun pengisian bahan bakar saja sudah cukup. Dan orang-orang akan terpaksa meninggalkan Kyiv, pekerjaan, dan sekolah mereka,” tambahnya.
BACA JUGA: Rusia Serang Lebih Banyak Infrastruktur Energi UkrainaSementara itu, mantan Menteri Pendidikan Ukraina Anna Novosad, bersama yayasannya “savED”, berupaya membangun kembali sekolah-sekolah di sana. Ia mengatakan, meski berada di bawah ancaman, warga Ukraina tidak gentar.
“Tak seorang pun akan menyerah. Orang-orang tetap gigih membela negara mereka. Dan hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Ukraina tidak akan menyerahkan satu inci pun wilayah mereka, terlepas dari kompromi apa pun yang mungkin ditawarkan,” tegas Novosad.
Adrian Bonenberger adalah seorang veteran AS yang melatih pasukan pertahanan Ukraina pada awal invasi skala penuh negara itu. Ia menyatakan kekhawatiran akan memudarnya dukungan AS dan masa depan Ukraina.
Your browser doesn’t support HTML5
“Menurut saya, apa yang akan terjadi adalah Ukraina akan lebih sering bergerak mundur. Mereka harus berjuang lebih keras untuk mempertahankan diri. Akan ada lebih banyak tentara yang tewas. Ukraina akan terus berjuang karena bagi mereka, itu suatu keharusan. Rusia hanya ingin menghabisi Ukraina dan menghancurkannya, menghancurkan rakyat Ukraina,” katanya.
“Bagi Amerika, sebagai orang Amerika, hal buruk lainnya yang akan terjadi adalah orang-orang akan kehilangan kepercayaan dan keyakinan terhadap Amerika. Orang-orang akan mengatakan bahwa perkataan Amerika tidak ada artinya. Mereka telah meninggalkan Afghanistan, mereka sedang menelantarkan Ukraina.”
Pada sisi lain, beberapa anggota Kongres AS berpendapat bahwa AS seharusnya memprioritaskan masalah dalam negeri, seperti keamanan di wilayah perbatasan, dan bukan perang di Ukraina. [br/ka]