Presiden sementara Ukraina memperingatkan Rusia agar tidak mengerahkan tentara keluar dari pangkalannya di Crimea menyusul direbutnya gedung parlemen lokal oleh kawanan bersenjata.
Oleksandr Turchnyov memperingatkan Rusia jika tentaranya keluar dari pangkalannya di Sebastapol, Ukraina akan menganggap hal itu sebagai agresi militer.
Rusia khawatir tentang nasib penduduk Crimea yang mayoritas berbahasa Rusia setelah penggulingan presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang pro-Rusia. Rusia menyewa sebuah pangkalan militer di semenanjung selatan untuk menempatkan Armada Laut Hitamnya.
Video amatir hari Kamis menunjukkan barisan kendaraan pengangkut personil bersenjata yang tak dikenal dilaporkan bergerak mendekati Simferopol, ibukota kawasan itu. Video itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.
Semalam di Simferopol, kawanan bersenjata merebut gedung parlemen dan mengibarkan bendera Rusia.
Maxim, seorang warga menggambarkan penyerbuan gedung tersebut dan mengatakan tidak satupun orang tahu apa yang sedang terjadi di dalam gedung itu, tetapi sekitar 30 orang bersenjata lengkap melumpuhkan polisi yang bertugas di gedung itu. Ia mengatakan kelompok itu membawa granat berpeluncur roket, senapan penembak jitu dan berbagai senjata lain.
Ketegangan antara Ukraina dan Rusia juga tinggi di perbatasan kedua negara itu, sementara Rusia memerintahkan latihan militer darurat di kawasan itu. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyebut manuver itu sebagai ujicoba kesiapan tentara untuk menghadapi ancaman terhadap keamanan nasional.
Ukraina timur umumnya lebih cenderung berpihak pada Moskow daripada bagian baratnya, yang sebagian besar memilih berhubungan dengan Eropa.
Masa depan aliansi politik dan ekonomi Ukraina memicu pergolakan menentang Yanukovych. Pemimpin terguling itu, yang dikutip kantor berita Rusia hari Kamis, mengatakan masih menganggap dirinya kepala negara Ukraina dan meminta Rusia agar menjamin keamanannya.
Hari Rabu, Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry mengatakan intervensi oleh militer Rusia di Ukraina akan menjadi sebuah kesalahan serius.
Rusia khawatir tentang nasib penduduk Crimea yang mayoritas berbahasa Rusia setelah penggulingan presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang pro-Rusia. Rusia menyewa sebuah pangkalan militer di semenanjung selatan untuk menempatkan Armada Laut Hitamnya.
Video amatir hari Kamis menunjukkan barisan kendaraan pengangkut personil bersenjata yang tak dikenal dilaporkan bergerak mendekati Simferopol, ibukota kawasan itu. Video itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.
Semalam di Simferopol, kawanan bersenjata merebut gedung parlemen dan mengibarkan bendera Rusia.
Maxim, seorang warga menggambarkan penyerbuan gedung tersebut dan mengatakan tidak satupun orang tahu apa yang sedang terjadi di dalam gedung itu, tetapi sekitar 30 orang bersenjata lengkap melumpuhkan polisi yang bertugas di gedung itu. Ia mengatakan kelompok itu membawa granat berpeluncur roket, senapan penembak jitu dan berbagai senjata lain.
Ketegangan antara Ukraina dan Rusia juga tinggi di perbatasan kedua negara itu, sementara Rusia memerintahkan latihan militer darurat di kawasan itu. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyebut manuver itu sebagai ujicoba kesiapan tentara untuk menghadapi ancaman terhadap keamanan nasional.
Ukraina timur umumnya lebih cenderung berpihak pada Moskow daripada bagian baratnya, yang sebagian besar memilih berhubungan dengan Eropa.
Masa depan aliansi politik dan ekonomi Ukraina memicu pergolakan menentang Yanukovych. Pemimpin terguling itu, yang dikutip kantor berita Rusia hari Kamis, mengatakan masih menganggap dirinya kepala negara Ukraina dan meminta Rusia agar menjamin keamanannya.
Hari Rabu, Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry mengatakan intervensi oleh militer Rusia di Ukraina akan menjadi sebuah kesalahan serius.