UNESCO memperingatkan, tempat-tempat warisan dunia di Mali dan dunia Arab berisiko rusak dan dicuri akibat terjadinya pergolakan politik di sana.
Kota kuno Timbuktu mengalami zaman keemasan sebagai pusat intelektual dan agama Islam pada abad ke-15 dan 16. Tiga masjid besarnya, Djingareyber, Sankore, dan Sidi Yahia, masih tegak berdiri sebagai bukti kejayaan itu. Tetapi sekarang, UNESCO memperingatkan, tempat-tempat itu terancam oleh kelompok-kelompok pemberontak, termasuk kelompok Tuareg dan Ansar Dine yang terkait al-Qaida.
Wakil Direktur Jenderal UNESCO, Fransesco Bandarin, mengatakan hari Jumat, selain masjid-masjid itu dan beberapa makam besar yang indah, Timbuktu juga punya salah satu koleksi naskah kuno terpenting di dunia.
“Di Timbuktu terdapat koleksi-koleksi yang berbeda, kebanyakan koleksi pribadi. Jumlahnya sangat besar, lebih dari 30.000 naskah yang merupakan perpustakaan terpenting mengenai kehidupan keagamaan dan sipil di Sahara. Sebagian dari naskah itu disalin dari naskah-naskah masa-masa sebelumnya. Di sana terdapat warisan Islam yang sangat penting,” ujar Bandarin.
Ia mengatakan ketika kudeta dimulai akhir Maret kelompok pemberontak itu tidak menjarah koleksi-koleksi itu. Tetapi pada pertengahan April, situasinya memburuk dan sebagian naskah dicuri dari pusat kajian Islam di Timbuktu. Ia mengatakan UNESCO belum tahu berapa banyak naskah yang hilang.
UNESCO memperingatkan negara-negara tetangga Mali agar mengawasi naskah-naskah yang diselundupkan. Bandarin mengatakan bahwa perdagangan gelap benda-benda antik di seluruh dunia bernilai enam miliar dolar setahunnya, sehingga harta terpendam ini kerap berakhir di pasar gelap dan dijual kepada para kolektor pribadi.
Ia mengatakan UNESCO telah mengirim misi ke ibu kota Mali, Bamako, hari Kamis untuk menyelidiki situasi itu lebih jauh.
Bandarin mengatakan bahwa Revolusi Arab baik bagi demokrasi, tetapipergolakan politik itu berakibat buruk pada tempat-tempat warisan dunia di Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah.
Di Libya, ia mengatakan, setelah revolusi berakhir, koleksi tak ternilai lebih dari 4.000 artifak Yunani kuno dijarah dari ruang besi sebuah bank di Benghazi. Sebagian barang itu ditemukan lagi di pasar-pasar Mesir, tetapi banyak yang masih hilang.
Di Mesir, ia mengatakan kekacauan tahun lalu mengakibatkan timbulnya gelombang pembangunan rumah-rumah tanpa izin, yang bisa merusak tempat-tempat kuno.
Di Suriah, di mana demonstrasi-demonstrasi anti-pemerintah mengakibatkan kekerasan politik yang telah berlangsung 15 bulan, Bandarin mengatakan UNESCO belum memperoleh laporan mengenai kerusakan besar. Tetapi, ia mengkhawatirkan laporan bahwa militer Suriah menggunakan benteng pertahanan kuno Crac des Chevaliers di sebelah barat kota Hom yang merupakan pusat pergolakan, dan Kastil Salah El-Din di sebelah timur Latakia sebagai tempat-tempat persiapan tentara.
Wakil Direktur Jenderal UNESCO, Fransesco Bandarin, mengatakan hari Jumat, selain masjid-masjid itu dan beberapa makam besar yang indah, Timbuktu juga punya salah satu koleksi naskah kuno terpenting di dunia.
“Di Timbuktu terdapat koleksi-koleksi yang berbeda, kebanyakan koleksi pribadi. Jumlahnya sangat besar, lebih dari 30.000 naskah yang merupakan perpustakaan terpenting mengenai kehidupan keagamaan dan sipil di Sahara. Sebagian dari naskah itu disalin dari naskah-naskah masa-masa sebelumnya. Di sana terdapat warisan Islam yang sangat penting,” ujar Bandarin.
Ia mengatakan ketika kudeta dimulai akhir Maret kelompok pemberontak itu tidak menjarah koleksi-koleksi itu. Tetapi pada pertengahan April, situasinya memburuk dan sebagian naskah dicuri dari pusat kajian Islam di Timbuktu. Ia mengatakan UNESCO belum tahu berapa banyak naskah yang hilang.
UNESCO memperingatkan negara-negara tetangga Mali agar mengawasi naskah-naskah yang diselundupkan. Bandarin mengatakan bahwa perdagangan gelap benda-benda antik di seluruh dunia bernilai enam miliar dolar setahunnya, sehingga harta terpendam ini kerap berakhir di pasar gelap dan dijual kepada para kolektor pribadi.
Ia mengatakan UNESCO telah mengirim misi ke ibu kota Mali, Bamako, hari Kamis untuk menyelidiki situasi itu lebih jauh.
Bandarin mengatakan bahwa Revolusi Arab baik bagi demokrasi, tetapipergolakan politik itu berakibat buruk pada tempat-tempat warisan dunia di Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah.
Di Libya, ia mengatakan, setelah revolusi berakhir, koleksi tak ternilai lebih dari 4.000 artifak Yunani kuno dijarah dari ruang besi sebuah bank di Benghazi. Sebagian barang itu ditemukan lagi di pasar-pasar Mesir, tetapi banyak yang masih hilang.
Di Mesir, ia mengatakan kekacauan tahun lalu mengakibatkan timbulnya gelombang pembangunan rumah-rumah tanpa izin, yang bisa merusak tempat-tempat kuno.
Di Suriah, di mana demonstrasi-demonstrasi anti-pemerintah mengakibatkan kekerasan politik yang telah berlangsung 15 bulan, Bandarin mengatakan UNESCO belum memperoleh laporan mengenai kerusakan besar. Tetapi, ia mengkhawatirkan laporan bahwa militer Suriah menggunakan benteng pertahanan kuno Crac des Chevaliers di sebelah barat kota Hom yang merupakan pusat pergolakan, dan Kastil Salah El-Din di sebelah timur Latakia sebagai tempat-tempat persiapan tentara.