Uni Eropa Bahas Strategi untuk Mencegah Konflik di Timur Tengah

Pejabat Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borell dalam konferensi pers setelah pertemuan Menteri Luar Negeri Uni Eropa membahas situasi di Libya dan Iran, di kantor pusat Uni Eropa, Brussels, Belgia, 7 Januari 2020.

Menteri Luar Negeri empat negara Eropa terkemuka bertemu di Brussels, Belgia, Selasa (7/1/2020), untuk mencari cara mengurangi ketegangan di Timur Tengah.

Pertemuan berlangsung hanya beberapa jam sebelum rudal-rudal Iran menghantam dua pangkalan militer Irak, yang juga menjadi tempat pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat.

Ketika AS dan Iran bertikai setelah AS menewaskan pejabat tinggi militer Iran, Jenderal Qassem Soleimani, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan pada wartawan, “kami sedang berusaha untuk menurunkan ketegangan dengan Iran.”

Tapi ketika Raab dan mitra-mitranya keluar dari pertemuan, tidak jelas langkah apa yang akan diambil untuk meredakan konfrontasi yang paling berbahaya antara Amerika dan Iran dalam empat dasawarsa terakhir.

Pada Jumat (10/1/2020) mendatang, Menteri Luar Negeri dari ke-28 negara Uni Eropa akan berkumpul di Brussels untuk menyusun strategi bersama dengan lebih banyak harapan. Mereka mengatakan, pidato Presiden AS Donald Trump pada Rabu (8/1/2020), memberi harapan untuk mencegah perang terbuka antara AS dan Iran.

Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa itu berharap Iran juga akan memanfaatkan kesempatan ini dan tidak melakukan tindakan militer lainnya. Bagi para pemimpin Eropa, minggu lalu merupakan masa yang sangat meresahkan, karena AD sama sekali tidak memberitahu mereka bahwa Jenderal Qassem Soleimani tewas dibunuh oleh serangan drone AS. Para pejabat AS malahan mengecam mereka pada Minggu (5/1/2020) lalu karena tidak menyatakan dukungan terbuka atas serangan itu.

Suasana semakin suram hari pada Selasa (7/1/2020) ketika rudal-rudal balistik Iran menghantam pangkalan-pangkalan militer Irak di mana terdapat pasukan AS.Keprihatinan Eropa semakin mendalam ketika pemimpin tertinggi Iran menuntut supaya Amerika keluar dari Timur Tengah.

Ayatollah Ali Khamenei seakan mengatakan bahwa serangan misil itu, yang disebutnya sebagai tamparan bagi Amerika, hanyalah suatu permulaan, karena “tindakan militer seperti ini saja tidaklah cukup.” [ii/pp]