REUTERS - Uni Eropa pada Selasa (6/12) menyetujui undang-undang baru untuk mencegah perusahaan dunia menjual menjual kopi, daging sapi, kedelai, dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi, membanjiri pasar Uni Eropa.
Undang-undang tersebut akan mewajibkan perusahaan untuk membuat pernyataan uji tuntas yang menunjukkan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi pada perusakan hutan sebelum mereka menjual barang ke Uni Eropa. Mereka dapat menghadapi denda yang besar jika tetap melakukannya.
“Saya berharap peraturan inovatif ini akan memberikan dorongan bagi perlindungan hutan di seluruh dunia dan menginspirasi negara-negara lain di COP15,” kata juru runding utama Parlemen Eropa, Christophe Hansen.
Deforestasi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen emisi gas rumah kaca global yang mendorong perubahan iklim dan akan menjadi fokus pada konferensi COP15 PBB pada minggu ini. Dalam pertemuan tersebut negara-negara akan mencari kesepakatan global untuk melindungi alam.
Wilayah Amazon Brazil telah kehilangan 10% vegetasi aslinya, sebagian besar hutan hujan tropis, selama hampir empat dekade. (Foto: AP)
Negosiator dari negara-negara Uni Eropa dan Parlemen Eropa mencapai kesepakatan tentang undang-undang tersebut pada Selasa (6/12) pagi.
Aturan tersebut akan berlaku untuk kedelai, daging sapi, minyak sawit, kayu, kakao dan kopi, dan beberapa produk turunan termasuk kulit, cokelat, dan furnitur. Karet, arang, dan beberapa turunan minyak sawit juga dimasukkan atas permintaan anggota parlemen Uni Eropa.
Perusahaan perlu menunjukkan kapan dan di mana komoditas tersebut diproduksi dan informasi yang "dapat diverifikasi" bahwa komoditas tersebut tidak ditanam di lahan yang digunduli setelah tahun 2020.
Kegagalan mematuhi aturan tersebut dapat mengakibatkan denda hingga 4 persen dari omset perusahaan di negara anggota Uni Eropa.
Pembukaan hutan untuk proyek pemerintah di Gunung Mas, Kalimantan, 5 Maret 2021. (Foto: AFP/Galih)
Negara-negara yang akan terkena dampak aturan baru, termasuk Brazil, Indonesia, dan Kolombia, mengatakan aturan itu memberatkan dan membutuhkan biaya mahal. Mereka mengatakan sertifikasi juga sulit dipantau, terutama karena beberapa rantai pasokan dapat menjangkau banyak negara.
Di Brazil, negara yang paling bertanggung jawab atas deforestasi, beberapa lembaga advokasi lingkungan memuji undang-undang tersebut. Namun mereka juga menegaskan bahwa undang-undang tersebut tidak cukup jauh dalam mengatur masalah tersebut. Undang-undang itu juga tidak memberikan perlindungan seperti yang mereka harapkan untuk "lahan berhutan lainnya" yang memiliki pepohonan, tetapi bukan hutan belantara dan tertutup.
Hal tersebut berarti sekitar 600.000 kilometer persegi hutan di sabana Cerrado ya luasnya sama dengan wilayah Ukraina tidak akan tunduk pada hukum, ungkap organisasi nirlaba Brazil Cerrados Institute. Wilayah tersebut adalah perbatasan ekspansi pertanian yang tumbuh paling cepat di negara tersebut.
BACA JUGA: Deforestasi Amazon Capai Rekor pada Paruh Pertama 2022
Uni Eropa mengatakan dalam sebuah pernyataan pihaknya akan meninjau apakah akan menambah perlindungan untuk "lahan berhutan lainnya" dalam satu tahun, dan ekosistem kritis lainnya dalam dua tahun.
Kelompok kampanye lingkungan dari Brazil dan Eropa juga mengkritik persyaratannya bagi perusahaan untuk membuktikan mereka menghormati hak-hak masyarakat adat, tetapi hanya jika hak tersebut sudah dilindungi secara hukum di negara produsen.
Kementerian Luar Negeri Brazil menanggapi pertanyaan dengan merujuk pada pernyataan sebelumnya bahwa kekhawatiran perlindungan lingkungan dapat digunakan sebagai dalih untuk memberlakukan pembatasan perdagangan yang diskriminatif secara sepihak. Kementerian mengatakan sedang menunggu publikasi teks lengkap undang-undang tersebut untuk mengevaluasi lebih lanjut.
Sebuah ekskavator terlihat di hutan yang hancur di kawasan lahan gambut di Kabupaten Kuala Tripa di Nagan Raya, Aceh. (Foto: REUTERS/Roni Bintang)
Negara-negara Uni Eropa dan parlemen Eropa harus segera secara resmi menyetujui undang-undang tersebut. Undang-undang itu mulai berlaku 20 hari kemudian, setelah itu perusahaan besar memiliki waktu 18 bulan untuk mematuhi, dan 24 bulan untuk perusahaan kecil.
Negara anggota Uni Eropa akan diminta untuk melakukan pemeriksaan kepatuhan yang mencakup 9 persen perusahaan yang mengekspor dari negara dengan risiko deforestasi tinggi, 3 persen dari negara berisiko standar, dan 1 persen untuk negara berisiko rendah.
Uni Eropa mengatakan akan bekerja dengan negara-negara yang terkena dampak untuk membangun kapasitas mereka dalam menerapkan aturan tersebut. [ah/rs]