Pada pertemuan pertama dalam sepuluh tahun terakhir hari Senin (3/10) di Brussel, Uni Eropa berjanji untuk menekan Israel terkait perlakuannya terhadap bangsa Palestina, perluasan permukimannya di wilayah pendudukan, serta terhentinya proses perundingan damai dengan Palestina.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, “Perdana Menteri [Lapid], kami sangat tergugah oleh dukungan yang jelas terhadap solusi dua negara yang Anda sampaikan dalam pidato Anda di Majelis Umum PBB. Akan tetapi, kami juga prihatin akan ketegangan dan kekerasan yang terus berlanjut di lapangan dengan langkah-langkah sepihak yang terus diambil [Israel], seperti perluasan permukiman dan masalah keamanan.”
Borrell merujuk pada pernyataan Perdana Menteri Israel Yair Lapid 22 September lalu pada sidang Majelis Umum PBB di New York yang menyerukan agar solusi dua negara menjadi jalan keluar konflik Israel-Palestina selama puluhan tahun.
“Kesepakatan dengan Palestina, berdasarkan dua negara untuk dua bangsa, adalah hal yang tepat bagi keamanan Israel, ekonomi Israel dan masa depan anak-anak kita,” kata Lapid.
BACA JUGA: Pakar: Solusi 2 Negara Pemikiran Yang Realistik Meski Sulit DiwujudkanPenyebutan solusi dua negara, untuk pertama kalinya oleh seorang pemimpin Israel di Majelis Umum PBB setelah bertahun-tahun, menegaskan dukungan Presiden AS Joe Biden di Israel Agustus lalu terhadap proposal yang sudah lama tidak dibahas itu.
Perdana Menteri Israel Yaid Lapid sendiri mengikuti pertemuan Dewan Asosiasi Uni Eropa-Israel itu secara virtual. Delegasi Israel di Brussels dipimpin oleh Menteri Intelijen Elazar Stern.
Pertemuan dewan itu telah ditangguhkan selama satu dekade karena Israel mengabaikannya setelah Uni Eropa menentang perluasan daerah permukiman Israel di Tepi Barat.
Uni Eropa sendiri mencoba memulai kembali pembicaraan dengan Israel setelah pemimpin sayap kanan Israel, Benjamin Netanyahu, digulingkan dari jabatannya tahun lalu setelah berkuasa selama 12 tahun.
Borrell mengatakan, dukungan Lapid terhadap solusi dua negara yang disampaikannya saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB, “sangat penting.”
BACA JUGA: Pidato di PBB, PM Israel Dukung Solusi Dua Negara dengan Palestina“Kami ingin proses politik yang dapat mengarah kepada solusi dua negara dan perdamaian kawasan yang komprehensif dilanjutkan,” ujar Borrell.
Akan tetapi, menurutnya, laporan PBB tentang situasi di wilayah pendudukan “mengkhawatirkan,” karena jumlah warga Palestina yang dilaporkan tewas tahun ini mencapai rekor tertinggi sejak 2007.
Pada hari yang sama dengan digelarnya pertemuan, bentrokan pecah antara pasukan Israel dan pengunjuk rasa Palestina yang marah atas pembunuhan dua warga Palestina yang ditembak mati dalam sebuah penggerebekan oleh pasukan keamanan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat Senin dini hari.
Para pengunjuk rasa melempari pasukan Israel dengan batu, sementara pasukan Israel membalasnya dengan menembakkan peluru karet.
Pasukan Israel menuduh beberapa pria Palestina mencoba menabrakkan mobil mereka ke arah tentara – klaim yang tidak dapat diverifikasi secara independen.
Militer Israel telah menduduki Tepi Barat selama 55 tahun terakhir. Perundingan damai terakhir kali dilakukan tahun 2009. Para pengkritik menilai, perluasan permukiman Israel di Tepi Barat dan wilayah lainnya semakin meredupkan harapan terciptanya solusi dua negara.
Bangsa Palestina memperjuangkan seluruh wilayah Tepi Barat, Yerusalem timur yang dicaplok Israel dan Jalur Gaza yang dikendalikan kelompok militan Palestina Hamas untuk nantinya menjadi wilayah negara Palestina.
Your browser doesn’t support HTML5
Bulan lalu, di hadapan hadirin Sidang Majelis Umum PBB, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa “keyakinan kami untuk mencapai perdamaian berdasarkan keadilan dan hukum internasional semakin berkurang, karena kebijakan pendudukan Israel.”
Dalam pidato yang disampaikan sehari setelah pidato PM Israel Yair Lapid, Abbas menyampaikan penilaian pesimistis terhadap upaya diplomasi sejauh ini. Ia mengatakan, “kampanye gila-gilaan untuk menyita tanah kami” terus terjadi dalam perselisihan dari generasi ke generasi, sementara pihak militer “membunuh orang-orang Palestina di siang bolong” tanpa sanksi hukum. [rd/em]