Universitas Udayana (UNUD) Bali secara resmi meluncurkan Perpustakaan Lontar, Rabu pagi (28/11) untuk upaya pelestarian bahasa dan sastra Bali dan Jawa Kuno.
DENPASAR, BALI —
Rektor Universitas Udayana Prof.Dr.Made Bakta dalam keteranganya di sela-sela peluncuran Perpustakaan Lontar di Denpasar Bali, Rabu Pagi (28/11) mengungkapkan peluncuran Perpustakaan Lontar merupakan usaha untuk mengingatkan kepada generasi muda akan pemikiran, gagasan dan konsep mulia para leluhur dalam bentuk kearifan lokal Bali.
Perpustakaan Lontar tersebut memiliki jumlah lontar mencapai 950 cakep (judul), sebagai bagian dari upaya pelestarian bahasa dan sastra Bali dan Jawa Kuno. Lontar merupakan media rekam jejang kehidupan peradaban manusia Bali pada zamannya.
Bakta berharap dengan adanya Perpustakaan Lontar nantinya ada usaha untuk merevitalisasi konsep-konsep kearifan lokal yang ada dalam lontar. "Yang paling penting adalah bagaimana kita menginterprestasi apa yang ada di dalam kandungan lontar itu. Hal-hal yang kontekstual artinya berhubungan dengan masa kini. Kearifan itu jika dibiarkan tanpa adanya interprestasi ataupun penafsiran, dia akan menjadi barang mati,” demikian ungkap Prof.Dr.Made Bakta.
Bakta menyampaikan peluncuran Perpustakaan Lontar kedepan akan ditindaklanjuti dengan program digitalisasi dan peterjemahan terhadap isi lontar, sehingga generasi muda dapat mempelajari dan mengetahui isi dari lontar. "Pertama digitalisasi. Saya ingin semua lontar masuk ke sistem. Kemudian menterjemahkan, menginterprestasi isinya itu apa maksudnya, konteks ke kiniannya apa, sehingga memberikan manfaat pada masyarakat,” lanjutnya.
Anggota Badan Pembina Bahasa dan Sastra Bali, Dinas Kebudayaan Bali, Made Swacana menyampaikan tantangan terbesar dari peluncuran Perpustakaan Lontar kedepan adalah menumbuhkan minat baca generasi muda untuk membaca lontar. Apalagi sangat jarang generasi muda di Bali yang mampu membaca dan menulis Bali dengan baik untuk saat ini.
"Banyak yang khawatir karena infiltrasi dari bahasa lain, seperti Bahasa Inggris yang malah sudah menjadi bahasa ibu bagi beberapa keluarga misalnya. Namun kita tidak perlu khawatir Bahasa Bali kita dengan aksarannya itu akan punah,” ungkap Made Swacana.
Sementara Ketua Perpustakaan Lontar Universitas Udayana Drs.I Gde Nala Antara, M.Hum menyebutkan jumlah lontar yang terdapat di Perpustakaan Lontar UNUD hanya sebagian kecil, sebab masih terdapat puluhan ribu naskah lontar yang hingga kini disimpan oleh masyarakat Bali dan menjadi koleksi pribadi.
Perpustakaan Lontar tersebut memiliki jumlah lontar mencapai 950 cakep (judul), sebagai bagian dari upaya pelestarian bahasa dan sastra Bali dan Jawa Kuno. Lontar merupakan media rekam jejang kehidupan peradaban manusia Bali pada zamannya.
Bakta berharap dengan adanya Perpustakaan Lontar nantinya ada usaha untuk merevitalisasi konsep-konsep kearifan lokal yang ada dalam lontar. "Yang paling penting adalah bagaimana kita menginterprestasi apa yang ada di dalam kandungan lontar itu. Hal-hal yang kontekstual artinya berhubungan dengan masa kini. Kearifan itu jika dibiarkan tanpa adanya interprestasi ataupun penafsiran, dia akan menjadi barang mati,” demikian ungkap Prof.Dr.Made Bakta.
Anggota Badan Pembina Bahasa dan Sastra Bali, Dinas Kebudayaan Bali, Made Swacana menyampaikan tantangan terbesar dari peluncuran Perpustakaan Lontar kedepan adalah menumbuhkan minat baca generasi muda untuk membaca lontar. Apalagi sangat jarang generasi muda di Bali yang mampu membaca dan menulis Bali dengan baik untuk saat ini.
"Banyak yang khawatir karena infiltrasi dari bahasa lain, seperti Bahasa Inggris yang malah sudah menjadi bahasa ibu bagi beberapa keluarga misalnya. Namun kita tidak perlu khawatir Bahasa Bali kita dengan aksarannya itu akan punah,” ungkap Made Swacana.
Sementara Ketua Perpustakaan Lontar Universitas Udayana Drs.I Gde Nala Antara, M.Hum menyebutkan jumlah lontar yang terdapat di Perpustakaan Lontar UNUD hanya sebagian kecil, sebab masih terdapat puluhan ribu naskah lontar yang hingga kini disimpan oleh masyarakat Bali dan menjadi koleksi pribadi.