Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai usulan penghapusan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di tingkat Polsek tidak efektif mencegah kasus-kasus kecil. Kompolnas sebelumnya mengusulkan agar kewenangan tersebut dilakukan di tingkat Polres agar Polsek lebih meningkatkan pengayoman ke masyarakat berdasar prinsip pemulihan keadilan atau restorative justice.
Anggara, Direktur Eksekutf ICJR, beralasan kasus-kasus kecil juga tidak jarang terjadi di tingkat Polres. Menurutnya, persoalan utama munculnya kasus-kasus kecil di kepolisian karena tidak adanya pengawas eksternal. Selain itu, polisi juga memiliki kewenangan yang terlalu luas mulai dari menjaga keamanan, pengayoman, pelayanan hingga penegakan hukum. Karena itu, menurut Anggara, solusi yang tepat adalah memberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada jaksa.
"Pengawasan eksternal yang berjenjang itu yang tidak ada sama sekali sampai sekarang. Dan itu yang membuat, kita mendengar kasus kecil atau receh tetap naik ke atas, kasus penyiksaan tetap naik, orang tua yang harusnya tidak ditahan tapi tetap ditahan," jelas Anggara kepada VOA, Jumat (21/2).
Anggara menambahkan pemberian kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada jaksa juga sudah diterapkan negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris. Model ini juga dapat membuat tuntutan dan penyidikan bisa sejalan sesuai dengan keinginan jaksa. Sedangkan tugas polisi hanya membantu jaksa dalam mencari fakta.
"Yang diperlukan kan menggali fakta-fakta. Dan ketika fakta terkumpul disetorkan ke jaksa. Karena jaksa yang akan menuntut ke pengadilan," tambah Anggara.
Kamis (20/2) kemarin, Menko Polhukam Mahfud Md, yang juga menjabat sebagai Ketua Kompolnas, mengatakan Kompolnas telah mengusulkan kepada presiden agar kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana tidak dilakukan di tingkat Polsek. Menurut Mahfud usulan ini sudah disampaikan sejak Wiranto menjabat Menko Polhukam. Namun, ini disampaikan kembali menyusul akan berakhirnya masa jabatan anggota Kompolnas periode saat ini.
BACA JUGA: Penggeledahan Paksa LBH APIK, Bukti Lemahnya Perlindungan Pembela HAM"Biar dekat dengan masyarakat, dia melakukan fungsi pengayomannya. Misalkan dulu ada SE Kapolri nomor lima tentang pembinaan masyarakat dalam ujaran kebencian. Di situ Polsek tidak usah memproses pidana, lakukan pendekatan-pendekatan masyarakat," jelas Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Kamis (20/2).
Mahfud Md menjelaskan penyelidikan dan penuntutan tindak pidana di tingkat Polres Kota dan Kabupaten juga akan memudahkan penanganan. Sebab, kejaksaan dan Pengadilan juga berada di tingkat kota dan kabupaten.
Menurut Mahfud, keputusan untuk dihapus tidaknya kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di tingkat Polsek akan diputuskan presiden. Namun, Mahfud tidak menjelaskan kapan presiden akan mengambil keputusan soal ini.
BACA JUGA: Mahfud MD: Cukup Polisi yang Tangani Kasus AsabriBeberapa contoh kasus kecil yang berujung ke pengadilan di antaranya kasus nenek 92 tahun di Sumatera Utara yang divonis satu bulan 14 hari karena menebang pohon durian kerabatnya pada tahun 2018 dan kakek Samirin di Sumatera Utara yang divonis dua bulan empat hari karena memungut sisa getah pohon karet pada Januari 2020 lalu.
Selain itu, akhir 2014 lalu, juga ada kasus nenek Asyani di Situbondo, Jawa Timur yang divonis penjara 15 tahun karena mencuri kayu di lahan Perhutani. Asyani kemudian dibebaskan pada Maret 2015 setelah permohonan penangguhannya dikabulkan pengadilan. [sm/ab]