Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem pada hari Minggu (19/5) untuk membahas operasi militer Israel yang lebih berfokus pada Hamas di Gaza, untuk menurunkan risiko jatuhnya korban dari warga sipil.
Utusan AS tersebut memberi pengarahan kepada Netanyahu tentang diskusinya dengan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman di Arab Saudi, menurut pernyataan AS. Rencana AS adalah agar Arab Saudi mengakui Israel dan membantu Otoritas Palestina memerintah Gaza, dengan imbalan jalan menuju status negara di wilayah kantong tersebut.
Kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan mengatakan, mereka berfokus pada operasi militer Israel di Kota Rafah di Gaza selatan, bantuan kemanusiaan dan para sandera yang ditahan di Gaza.
“Sullivan menegaskan kembali perlunya Israel mengaitkan operasi militernya dengan strategi politik yang dapat menjamin kekalahan abadi Hamas, pembebasan semua sandera dan masa depan yang lebih baik bagi Gaza,” tambah pernyataan itu.
BACA JUGA: Putra Mahkota Saudi dan Penasihat Keamanan AS Bahas Gaza dan Perjanjian BilateralNetanyahu menentang gagasan kemerdekaan Palestina, karena dianggap sebagai ancaman nyata terhadap keamanan nasional Israel.
Ia menegaskan bahwa Israel akan mempertahankan pengawasan keamanan terbuka atas Gaza. Israel hanya akan bekerja sama dengan warga Palestina yang tidak terkait dengan Hamas atau Otoritas Palestina yang didukung Barat.
Netanyahu telah bersumpah untuk tidak menghentikan perang melawan Hamas, sampai kelompok militan itu dikalahkan dan semua sandera yang tersisa dipulangkan.
Namun, kabinetnya menghadapi keretakan internal mengenai rencana pemerintahan Gaza pascaperang.
Benny Gantz, salah satu menteri Kabinet Perangnya, mengancam akan mundur dari koalisi pemerintahan pada hari Sabtu (18/5), kecuali Netanyahu menyetujui “rencana aksi” pascaperang pada tanggal 8 Juni.
Gantz mengatakan hal itu harus mencakup langkah-langkah untuk mengalahkan Hamas, memulangkan para sandera dan mengambil tindakan menuju pembentukan "pemerintahan Amerika Serikat, Eropa, Arab dan Palestina yang akan mengatur urusan sipil di Jalur Gaza." [ps/rs]