Utusan Khusus Sekjen PBB Tinjau Program Perlindungan Anak Indonesia

  • Yudha Satriawan

Penyerahan akta kelahiran dan Kartu Identitas Anak disaksikan kepala perwakilan UNICEF Indonesia (dua dari kiri) dan utusan khusus PBB (nomor empat dari kiri) (Foto:VOA/Yudha)

Utusan Khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penghapusan kekerasan terhadap anak meninjau langsung kondisi program perlindungan dan pemenuhan hak anak di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Solo Indonesia menjadi pusat percontohan program kebijakan berbasis perlindungan anak di dunia.

Utusan khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk penghapusan kekerasan terhadap anak, Marta Santos Pais, meninjau langsung program menuju kota layak anak di Solo, Selasa siang (28/2).

Bersama rombongan dari Lembaga PBB tentang anak, UNICEF di Indonesia, mereka mengamati berbagai usaha yang digelar Solo untuk melindungi anak, mulai dari mengevaluasi sistem pengajuan akta kelahiran, Kartu Identitas Anak, fasilitas taman cerdas, hingga melakukan pertemuan dengan anak-anak yeng terjangkit HIV AIDS di sebuah lokasi tersembunyi di Solo.

Di sela-sela kunjungannya, Marta Santos mengatakan PBB ingin melihat secara langsung kebijakan pemerintah Indonesia terkait hak anak. Menurut Marta, Indonesia memiliki berbagai program kebijakan pemerintah yang berpihak pada anak.

"Saya berkunjung ke Indonesia, negara yang sangat luas wilayahnya, dan memiliki komitmen kuat untuk menempatkan anak sebagai fokus berbagai kebijakan pemerintah. Indonesia memiliki komitmen penting, untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada pengembangan anak. Hal ini tercermin dalam berbagai tindakan konkret, tindakan nyata, tindakan untuk melayani, dan kemajuan ini bisa dirasakan dan dilihat secara langsung," kata Marta Santos.

"Jadi kita mengunjungi Solo ini, karena wilayah ini memiliki peran penting menempatkan perlindungan anak dari kekerasan dan juga memenuhi hak anak. Solo menjadi bagian penting dari kebijakan pemerintah Indonesia,” lanjutnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sujatmiko, mengatakan Indonesia menjadi menjadi percontohan bagi negara-negara di dunia tentang anak.

Menurut Sujatmiko, ada sejumlah daerah di Indonesia yang menggelontorkan berbagai program menuju kota atau kabupaten layak anak.

“Kita akan terus mengevaluasi dan memberikan bantuan kepada kota atau kabupaten layak anak. Di Indonesia ada 5 kota dan kabupaten yang dijadikan percontohan untuk Layanan Anak Integratif atau LAI.Solo, Tulungagung, Klaten, Gowa, Makassar, semua daerah itu dijadikan contoh oleh UNICEF. Indonesia sejak tahun lalu juga dijadikan model untuk tingkat dunia, sebagai negara yang sudah memiliki kebijakan, peraturan dan implementasi, bagaimana melindungi anak dan memenuhi hak-hak anak," kata Sujatmiko.

"Ada Indonesia, Meksiko, Tanzania, dan Swedia, empat negara ini dijadikan contoh tingkat dunia. Nanti di pertemuan tahunan tentang anak digelar di New York, Pertengahan tahun ini, Indonesia berkesempatan untuk memberikan paparan tentang kebijakan ramah anak di hadapan perwakilan berbagai negara di PBB,” imbuhnya.

Walikota Solo, Hadi Rudyatmo yang menerima kunjungan perwakilan dari PBB tersebut mengatakan Solo sebagai salah satu dari berbagai daerah menuju kota layak anak memiliki berbagai program ramah anak.

Your browser doesn’t support HTML5

Utusan Khusus Sekjen PBB Tinjau Program Perlindungan Anak Indonesia


Pemkot Solo, tegas Rudy, sedang berencana memberikan tempat khusus bagi anak-anak dengan HIV AIDS yang selama ini ditolak warga di beberapa daerah di Solo.

“Berbagai program ramah anak memang sudah kita lakukan sejak beberapa tahun ini, mulai dari akta kelahiran, Kartu Identitas Anak, Radio anak, Taman cerdas, hingga penyediaan tempat khusus bagi anak-anak dengan HIV AIDS. Sudah kita lakukan secara berkesinambungan. Anak-anak di Solo tidak boleh ada yang putus sekolah untuk pendidikan dasar wajib 12 tahun," je;as Rudy.

"Kita juga tidak mau anak-anak ikut kejar paket, kita ingin anak-anak mendapat pendidikan yang setara sesuai hak. Kadang pendidikan melalui kejar paket A dan B akan membebani anak karena anggapan miring. Itu termasuk pembunuhan karakter pada anak,” lanjutnya. [ys/ab]