Transisi itu harus didasarkan pada prinsip-prinsip resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2015 yang menyerukan “pemerintahan yang kredibel, inklusif dan nonsektarian,” dalam enam bulan, selain membangun proses untuk merancang konstitusi baru yang diikuti dengan pemilu, kata kantor Pederson dalam pernyataannya.
Pederson, dalam pembicaraan dengan pemimpin pemberontak Ahmad al-Sharaa, juga menekankan “niat PBB untuk memberikan semua bantuan bagi rakyat Suriah.”
Sebuah pernyataan pemberontak mengatakan al-Sharaa membahas perlunya memperbarui resolusi itu agar mencerminkan situasi terkini di Suriah.
Kunjungan Pedersen merupakan satu dari sekian banyak keterlibatan internasional yang luas dengan pemberontak sejak Assad digulingkan, sementara Suriah menghadapi pergolakan politik setelah lebih dari 50 tahun keluarga Assad berkuasa dan menghadapi kebutuhan rekonstruksi besar-besaran setelah perang saudara yang menewaskan banyak korban.
Kepala bantuan kemanusiaan PBB Tom Fletcher hari Senin mengatakan ia tiba di Beirut dan akan menuju Damaskus. “Sepekan perubahan dalam lima dekade, dan kemudian lima dekade perubahan dalam sepekan,” tulis Fletcher di X.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Kaja Kallas mengatakan utusan Uni Eropa untuk Suriah bertolak menuju Damaskus pada hari Senin untuk melakukan pembicaraan.
Kelompok pimpinan al-Sharaa, Haya Tahrir al-Sham (HTS), ditetapkan sebagai kelompok teror oleh AS dan negara-negara lain.
Sementara pemerintah berbagai negara berdialog dengan pemberontak, para pejabat telah mengisyaratkan kesediaan untuk mempertimbangkan kembali status itu, tetapi mereka telah memperingatkan bahwa tindakan kelompok itulah yang akan dinilai dalam setiap proses pertimbangan kembali selanjutnya.
“Bagi kami, ini bukan soal kata-kata, tetapi kami ingin melihat perbuatan berjalan di arah yang tepat,” kata Kallas kepada wartawan di Brussels.
“Suriah menghadapi masa depan yang optimistis, positif, tetapi agak tidak menentu dan kami harus memastikan bahwa ini berjalan ke arah yang tepat,” lanjut Kallas. [uh/ab]