Utusan PBB untuk Myanmar Bertemu Menlu Jepang

Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener (kiri) dan Menlu Jepang Toshimitsu Motegi dalam kunjungan kehormatan di Kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo, Jumat, 28 Mei 2021. (Foto: AP/Eugene Hoshiko)

Utusan khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang di Tokyo Toshimitsu Motegi, Jumat (28/5). Mereka bertemu untuk membahas cara-cara mengakhiri segera kekerasan di negara Asia Tenggara itu sejak terjadinya kudeta militer pada 1 Februari lalu.

Dalam jumpa pers di Tokyo usai pertemuan itu, Burgener mengatakan situasi di Myanmar masih sangat buruk.

Ia mengatakan, sedikitnya 800 orang tewas, lebih dari 5.300 orang ditangkap, dan sekitar 100 orang dinyatakan hilang di Myanmar. Burgener juga mengungkapkan, banyak pekerja media ditangkap.

Ia menambahkan situasi kemanusiaan juga sangat memprihatinkan karena banyak orang yang sangat membutuhkan makanan, air, perawatan kesehatan dan tempat berlindung.

Burgener memperingatkan tentang kemungkinan terjadinya perang saudara di negara itu. Ia mengatakan orang-orang mempersenjatai diri mereka sendiri untuk melawan junta militer dan para pengunjuk rasa mulai beralih dari tindakan defensif ke ofensif.

Sebelumnya pekan ini, pada sebuah konferensi pers PBB secara virtual, ia mengungkapkan, rakyat Myanmar memulai tindakan pertahanan diri karena mereka frustrasi dan takut akan serangan militer, yang melakukan kudeta terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis, dan menggunakan kekerasan dalam skala besar.

Tokyo mengumumkan sehari sebelumnya bahwa mereka akan mengizinkan warga Myanmar memperpanjang masa tinggal mereka di Jepang selama enam bulan sebagai tindakan darurat.

Pengumuman Tokyo ini muncul menyusul ancaman pemerintah Jepang untuk membekukan seluruh aliran bantuan yang mereka tujukan ke Myanmar karena junta militer negara itu masih menggunakan kekerasan untuk mengendalikan massa antikudeta.

"Kami tidak ingin melakukan itu sama sekali, tetapi kami harus menyatakan dengan tegas bahwa akan sulit untuk melanjutkannya dalam keadaan seperti ini," kata Motegi kepada surat kabar Nikkei, pekan lalu. "Sebagai negara yang mendukung demokratisasi Myanmar dengan berbagai cara, dan sebagai sahabat, kami harus mewakili masyarakat internasional dan menyampaikannya dengan jelas."

Maret lalu Tokyo juga sempat mengancam menghentikan semua bantuan baru untuk Myanmar sebagai tanggapan atas kudeta. Namun hingga saat ini, Negeri Sakura itu belum menjatuhkan sanksi apapun, termasuk terhadap individu militer seperti beberapa negara lain.

Motegi mengatakan Jepang adalah penyedia bantuan ekonomi terbesar bagi Myanmar karena Tokyo juga memiliki hubungan jangka panjang dengan militer negara itu. Menurut Nikkei, Jepang memberikan bantuan pembangunan ke Myanmar sebesar 1,74 miliar dolar pada tahun fiskal 2019, lebih banyak daripada negara lain. [ab/uh]