Rusia pada Kamis (28/3) memblokir pembaruan panel ahli PBB dalam pengawasan sanksi internasional bagi Korea Utara. Langkah tersebut dilakukan beberapa pekan setelah lembaga itu menyatakan bahwa mereka sedang melakukan investigasi terhadap laporan pengalihan senjata antara Moskow dan Pyongyang.
Langkah Rusia itu disambut dengan berbagai kritik, termasuk oleh Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba. Dia membuat pernyataan di media sosial yang menyebut veto tersebut sebagai “sebuah pengakuan bersalah” di tengah tuduhan bahwa Korea Utara telah membantu Rusia dalam perangnya melawan Ukraina.
Amerika Serikat menyebut veto Rusia itu sebagai “upaya demi kepentingan sendiri untuk mengubur laporan panel terkait kolusi negara tersebut” dengan Korea Utara.
“Tindakan Rusia hari ini telah secara sinis merusak perdamaian dan keamanan internasional, semua demi proses tawar menawar korup yang dilakukan Moskow dengan Korea Utara,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller.
BACA JUGA: Kirby: Klaim Rusia Tentang Peringatan AS Sebelum Serangan di Moskow 'Tidak Masuk Akal'Veto Rusia di Dewan Keamanan PBB tidak menghilangkan sanksi-sanksi terhadap Korea Utara. Namun langkah itu berarti menjadi akhir bagi kelompok ahli yang memantau penerapan sanksi tersebut – dan berbagai dugaan pelanggaran yang ada.
Mandat untuk panel itu sendiri akan selesai pada akhir bulan April.
Korea Utara telah berada di bawah sanksi-sanksi yang terus meningkat sejak 2006 yang diterapkan oleh Dewan Keamanan PBB sebagai respons atas program nuklir mereka.
Sejak 2019, Rusia dan China mencoba mempengaruhi Dewan Keamanan untuk melonggarkan sanksi-sanksi itu, yang tidak memiliki batas akhir.
Dewan Keamanan sejak lama telah terpecah dalam isu ini, dengan deputi duta besar China, Geng Shuang menyampaikan alasan pada Kamis, bahwa sanksi-sanksi itu “telah memperburuk ketegangan dan konfrontasi dengan dampak negatif yang serius terhadap situasi kemanusiaan.”
China kali ini memilih abstain, dan tidak bergabung dengan Rusia dalam veto.
Duta besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengatakan bahwa tanpa peninjauan ulang tahunan yang dijamin akan menilai dan berpotensi memodifikasi sanksi-sanksi itu, panel ahli itu sudah tidak memiliki dasar hukum.
BACA JUGA: Kepala Dinas Intelijen Asing Rusia Kunjungi Korut“Panel terus berfokus pada hal-hal yang tidak sepadan dengan masalah-masalah yang dihadapi semenanjung Korea,” kata Nebenzia.
“Rusia meminta Dewan Keamanan untuk mengadopsi sebuah keputusan untuk menyelenggarakan sebuah peninjauan yang terbuka dan jujur terhadap sanksi-sanksi yang dijatuhkan Dewan Keamanan, setiap tahunnya,” tambah dia.
Sanksi-sanksi tambahan dari Dewan Keamanan diberikan kepada Korea Utara pada 2016 dan 2017. Namun pengembangan nuklir dan senjata oleh Korea Utara, yang sudah diberi sanksi, terus berlanjut.
Dalam laporan terbaru panel itu, yang dikeluarkan pada awal Maret, panel sanksi tersebut melaporkan bahwa Korea Utara “terus menerus mencemooh” sanksi-sanksi itu, termasuk dengan meluncurkan rudal balistik dan melanggar batas impor minyak.
Panel juga menambahkan bahwa mereka sedang menginvestigasi laporan pengiriman senjata dari Korea Utara ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina. [ns/ka]