Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban sudah lama menjadi duri dalam daging bagi Uni Eropa, demikian ungkap banyak kritikus. Sejumlah tindakannya seperti menyerang kebebasan pers, independensi peradilan, imigrasi, dan komunitas LGBTQ, jelas-jelas melanggar penegakan hukum dan nilai-nilai demokrasi yang dijunjung oleh Uni Eropa.
Orban memiliki hubungan yang bersahabat dengan para pemimpin Rusia dan China — bahkan ketika hubungan antara Brussels dan Moskow membeku, dan hubungan antara blok tersebut dengan China menegang. Pemimpin Hungaria yang telah berkuasa selama 60 tahun itu telah berkali-kali menghalangi atau berupaya melonggarkan serangkaian sanksi yang diberikan Uni Eropa terhadap Rusia, dan juga mengganggu dukungan blok tersebut untuk Ukraina.
Tetapi pada minggu lalu, Orban akhirnya mengalah, dan mendukung paket bantuan senilai US$54 miliar untuk Ukraina setelah mendapat tekanan kuat dari 26 anggota Uni Eropa. Belum jelas apakah kemenangan yang jarang terjadi itu merupakan pengecualian, atau akan membuat para pemimpin blok tersebut lebih berani dalam mengendalikan pemimpin negara anggota yang nyeleneh itu. Sejumlah analis mengatakan perlu adanya pendekatan yang tegas terhadap Orban saat Uni Eropa menghadapi ancaman baru menjelang pemilihan Parlemen Eropa dan AS pada tahun ini.
BACA JUGA: Sejumlah Anggota NATO Desak Hungaria untuk Kabulkan Permohonan Keanggotaan Swedia“Saya khawatir negara-negara anggota Uni Eropa menarik pelajaran yang salah dari kasus ini,” kata Daniel Hegedus, peneliti senior di lembaga kajian Marshall Fund, merujuk pada kemenangan blok itu terkait bantuan untuk Ukraina. “Interpretasi luas di sejumlah ibu kota Uni Eropa saat ini adalah pada akhirnya Orban akan mengalah dan terdapat kemungkinan untuk bisa berkompromi dengan pemerintah Hungaria.”
“Ketimbang berunding dengan Orban untuk mencapai “kompromi yang buruk,” kata Hegedus, “pesannya harus jelas bahwa dia tinggal selangkah lagi dari garis merah. Dan kalau dia berani melintasinya, maka ada konsekuensi yang sangat besar.”
Saat ini pemimpin Hungaria itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan sejalan dengan rekan setaranya di Uni Eropa. Partai ekstrim kanan yang dipimpinnya “Fidesz, pada Senin (5/2) lalu, memboikot sesi parlemen Hungaria yang digelar untuk meratifikasi keanggotaan Swedia ke dalam NATO.
Pada Rabu (7/2), Komisi Eropa, yang merupakan lembaga eksekutif Uni Eropa, mengumumkan bahwa pihaknya telah memulai proses penindakan hukum terhadap Hungaria terkait undang-undang “kedaulatan,” yang para kritikus anggap sebagai ancaman terhadap lawan politik dan sejumlah pihak lainnya — dan Brussels menganggap undang-undang itu melanggar prisip demokrasi blok tersebut. [jm/em/rs]