Virus Corona Tak Surutkan Ananda Sukarlan Jadi Juri di Spanyol

Ananda Sukarlan (kiri) bersama para juri “Reina Sofia Award for Music Composition” di Spanyol.

Virus corona tak menyurutkan pianis dan komposer terkenal Indonesia, Ananda Sukarlan, untuk menjadi ketua dewan juri “Reina Sofia Award for Music Composition” di Spanyol. Bersama empat komponis dunia, ia memutuskan Carlos Fontcuberta menjadi pemenang kompetisi bergengsi itu.

Pianis dan komposer Ananda Sukarlan Minggu malam (8/3) mendarat di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, setelah menyelesaikan tugasnya menjadi ketua dewan juri ‘’The Reina Sofia Award for Music Composition’’ yang penjuriannya berlangsung di Spanyol. Perebakan virus corona sejak sebulan terakhir di seluruh dunia, termasuk di Spanyol, tidak menyurutkan niatnya datang ke ‘’rumah keduanya’’ itu.

"Saya kira yang lebih heboh justru di Asia yaa.. Ketika saya berangkat 22 Februari lalu dan singgah di bandara Changi, Singapura, bandara itu nyaris kosong. Saya sampai foto-foto dan buat video pendek di Instagram saking kagetnya melihat bandara sekosong itu, soalnya hampir gak pernah melihat suasana seperti rumah hantu begitu. Pesawat dari Jakarta ke Singapura juga hanya berisi belasan orang. Baru pesawat dari Singapura ke Spanyol yang penuh. Setibanya di Spanyol, suasana biasa saja, tenteram. Saya tetap datang ketika diundang karena memang penghargaan ini luar biasa, memberikan anugerah bagi empat kategori di bidang musik, seni visual, sastra dan film,” ujar Ananda pada VOA ketika dihubungi melalui telpon.

Carlos Fontcuberta Dipilih Jadi Pemenang

Bersama Jesus Rueda, Pollo Vallejo dan Juan Guevara, ketiganya dari Spanyol, dan Fabian Panisello dari Argentina, Ananda harus menyimak dan mengkaji 56 komposisi musik.

“Kami bekerja selama dua hari pada Jumat (28/2) dan Sabtu (29/2) dan kemudian laporkan hasilnya kepada pemilik foundation-nya. Tadinya ingin langsung bertelpon dengan Ratu, tetapi karena satu dan lain hal tidak jadi. Pengumumannya dilakukan pada hari Minggu (1/3). Kami memilih komposisi klasik karya Carlos Fontcuberta sebagai pemenang. Ia berhak menerima hadiah senilai 35 ribu euro atau sekitar setengah miliar rupiah,” ujarnya.

Ananda Sukarlan (depan), bersama para juri “Reina Sofia Award for Music Composition” di Spanyol.

Lebih jauh Ananda mengatakan tim juri memilih komposisi klasik berjudul “Trencadis” karya Carlos Fontcuberta yang berdurasi sekitar 17 menit itu karena aransemen dan strukturnya yang sangat orisinil. “Saya pribadi tertarik dengan strukturnya yang orisinal, seperti mosaik yang indah. I’m so fascinating with it. Ada empat karya yang sempat kami dengarkan berulangkali, sebelum akhirnya memutuskan 'Trencadis' sebagai pemenang.”

“Trencadis” adalah bahasa Catalan, daerah di mana Carlos Fontcuberta berasal, yang berarti mosaik. Carlos, ujar Ananda, tampaknya mengambil dari keindahan mosaik bangunan-bangunan bersejarah di sana, yang sebagian besar dibangun oleh Antoni Gaudi, arsitek Spanyol terkenal pada awal abad ke 19. Salah satu karya Gaudi yang hingga kini masih berdiri adalah Basilika Sagrada Familia di Barcelona, Catalonia yang dibangun pada tahun 1882.

Your browser doesn’t support HTML5

Virus Corona Tak Surutkan Ananda Sukarlan Jadi Juri di Spanyol

“Carlos itu mengambil satu teknik visual art itu dan diaplikasikan ke musik. It works very well. Ini persis seperti komposer lain yang melihat fenomena sosial yang ada dan menuangkannya dalam musik,” ujar Ananda.

Keindahan Alam & Fenomena Sosial Kerap Jadi Ilham

Menuangkan keindahan suatu bangunan atau pemandangan, atau memetik fenomena sosial yang ada ke dalam musik bukan sesuatu hal yang baru. Tiga puluh dua komposer misalnya, sempat menuangkan apa yang mereka lihat dalam perang, penindasan, ketidakadilan dan intoleransi dalam suatu pertunjukkan akbar di Washington DC tahun lalu.

Pianis dan komposer Ananda Sukarlan (Foto: courtesy).

Ketika itu pianis Amerika keturunan Israel Yael Weiss, yang kerap dipuji karena interpretasi musiknya yang unik, membawakan 32 karya dari Ghana, Surian, Bhutan, Filipina, Venezuela, Turki, Yordania dan Indonesia.

Pada acara itu, Ananda Sukarlan menggubah komposisi yang diberinya judul “No More Moonlight Over Jakarta” atau “Tiada Lagi Cahaya Purnama di Atas Jakarta,” memotret fenomena pemenjaraan mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok karena dinilai menyampaikan pernyataan bernada SARA.

“Dalam musik klasik ini hal yang biasa. Lihat bagaimana Beethoven bisa menggubah begitu banyak lagu indah dari apa yang dilihatnya dalam sejarah. Itu bentuk ekspresi kami. Bagaimana perasaan atau kejadian yang ada, kita transformasikan dalam musik yang indah dan ekspresif. Dan akhir-akhirnya ini banyak sekali komposisi musik yang kesannya ‘dark’ [kelam.red] karena apa yang terjadi di sekitar kita, terutama di Indonesia,” papar komposer berusia 51 tahun ini.

Rapsodia Nusantara Siap Digelar Lagi

Setelah menyelesaikan tugas di Spanyol, Ananda Sukarlan mengatakan siap kembali menggelar tur “Rapsodia Nusantara” yang sempat ditangguhkannya. “Waktu dikontak untuk ke Spanyol, saya sedang di Makassar dan seharusnya saya kemudian ke Surabaya dan Bali. Semuanya ditunda karena saya tidak enak dengan Ratu Sofia, dulu beliau banyak membantu saya. Kini ia sudah pensiun dan ingin establish itu semua, ditambah saya kenal dengan dewan juri lainnya, jadi saya berangkat. Rapsodia Nusantara kita lanjutkan di Surabaya pada 22 Maret, dilanjutkan ke Jakarta dulu, baru ke Bali,” ujarnya menutup pembicaraan. [em/ii]