Jumlah anak-anak di Liberia yang berhenti sekolah dan menjadi penambang intan terus meningkat. Pemerintah mengancam akan menindak perusahaan yang menggunakan anak-anak.
DAKAR —
Mike Coleman usia 15 tahun berhenti sekolah lima bulan lalu untuk menambang intan di Liberia barat.
“Orang tua saya kesulitan, jadi saya ke sini untuk mencari uang. Mereka menyesal saya putus sekolah, tapi saya tidak punya pilihan. Jadi saya ke sini untuk masa depan yang lebih baik. Saya berharap dapat menemukan intan dengan segera,” kata Coleman.
Coleman tidak sendirian Departemen Pertanahan, Pertambangan dan Energi Liberia memperkirakan sedikitnya 1.500 anak-anak saat ini dipekerjakan oleh perusahaan penambang intan di Liberia.
Kepala Sekolah SMP Morpue di Liberia barat, Nora Quae, mengatakan lebih dari 200 siswa keluar sekolah tahun ini untuk bekerja di tambang intan.
“Lima puluh persen siswa-siswa kami putus sekolah. Mereka keluar dari sekolah. Ini adalah situasi memalukan. Masa depan Liberia tergantung pada para pemuda. Pemuda harus sadar untuk bersekolah dan mempersiapkan diri bagi masa depan mereka,” kata Quae.
Bekerja di tambang intan itu sulit dan berbahaya.Tapi juga merupakan bisnis yang menguntungkan.
Tingkat pengangguran di Liberia hampir 85 persen, Bank Dunia memperkirakan 95 persen penduduk Liberia hidup dengan biaya kurang dari 2 dolar per hari. Harapan untuk mendapat $ 50 untuk tiap intan yang ditemukan merupakan daya tarik yang sulit ditolak.
Meskipun ilegal untuk mempekerjakan orang dibawah usia 18 tahun di tambang intan, banyak operator tambang suka mempekerjakan anak-anak karena tubuh kecil mereka bisa masuk ke terowongan-terowongan kecil dan ruang-ruang sempit di dalam tambang-tambang itu.
Thomas Wleh mempunyai Perusahaan Tambang di Liberia barat. Ia mengatakan pekerja adalah pekerja, tidak peduli berapa usia mereka.
“Kami tidak memaksa anak-anak. Mereka datang ke kantor kami dan menandatangani kontrak untuk bekerja. Kami mempekerjakan orang-orang yang mampu mencari intan. Menurut saya, pemerintah, melalui Departemen Pendidikan, harus membuat peraturan supaya siswa tetap bersekolah. Kami di sini bekerja dan mencari laba.” Pungkas Wleh.
Dewan Keamanan PBB memberlakukan larangan penambangan dan ekspor "intan berdarah" yang ditambang di daerah konflik di Liberia tahun 2001, pada puncak perang saudara di wilayah itu. Larangan itu membantu mengurangi jumlah anak-anak yang bekerja di tambang-tambang.
Tapi setelah terpilihnya Presiden Ellen Johnson Sirleaf, PBB mencabut larangan itu tahun 2007, dan tambang-tambang intan mulai berkembang lagi, dan permintaan bagi pekerja anak-anak semakin meningkat (VOA/Jennifer Lazuta).
“Orang tua saya kesulitan, jadi saya ke sini untuk mencari uang. Mereka menyesal saya putus sekolah, tapi saya tidak punya pilihan. Jadi saya ke sini untuk masa depan yang lebih baik. Saya berharap dapat menemukan intan dengan segera,” kata Coleman.
Coleman tidak sendirian Departemen Pertanahan, Pertambangan dan Energi Liberia memperkirakan sedikitnya 1.500 anak-anak saat ini dipekerjakan oleh perusahaan penambang intan di Liberia.
Kepala Sekolah SMP Morpue di Liberia barat, Nora Quae, mengatakan lebih dari 200 siswa keluar sekolah tahun ini untuk bekerja di tambang intan.
“Lima puluh persen siswa-siswa kami putus sekolah. Mereka keluar dari sekolah. Ini adalah situasi memalukan. Masa depan Liberia tergantung pada para pemuda. Pemuda harus sadar untuk bersekolah dan mempersiapkan diri bagi masa depan mereka,” kata Quae.
Bekerja di tambang intan itu sulit dan berbahaya.Tapi juga merupakan bisnis yang menguntungkan.
Tingkat pengangguran di Liberia hampir 85 persen, Bank Dunia memperkirakan 95 persen penduduk Liberia hidup dengan biaya kurang dari 2 dolar per hari. Harapan untuk mendapat $ 50 untuk tiap intan yang ditemukan merupakan daya tarik yang sulit ditolak.
Meskipun ilegal untuk mempekerjakan orang dibawah usia 18 tahun di tambang intan, banyak operator tambang suka mempekerjakan anak-anak karena tubuh kecil mereka bisa masuk ke terowongan-terowongan kecil dan ruang-ruang sempit di dalam tambang-tambang itu.
Thomas Wleh mempunyai Perusahaan Tambang di Liberia barat. Ia mengatakan pekerja adalah pekerja, tidak peduli berapa usia mereka.
“Kami tidak memaksa anak-anak. Mereka datang ke kantor kami dan menandatangani kontrak untuk bekerja. Kami mempekerjakan orang-orang yang mampu mencari intan. Menurut saya, pemerintah, melalui Departemen Pendidikan, harus membuat peraturan supaya siswa tetap bersekolah. Kami di sini bekerja dan mencari laba.” Pungkas Wleh.
Dewan Keamanan PBB memberlakukan larangan penambangan dan ekspor "intan berdarah" yang ditambang di daerah konflik di Liberia tahun 2001, pada puncak perang saudara di wilayah itu. Larangan itu membantu mengurangi jumlah anak-anak yang bekerja di tambang-tambang.
Tapi setelah terpilihnya Presiden Ellen Johnson Sirleaf, PBB mencabut larangan itu tahun 2007, dan tambang-tambang intan mulai berkembang lagi, dan permintaan bagi pekerja anak-anak semakin meningkat (VOA/Jennifer Lazuta).