Walau Sudah Divaksinasi, Diaspora Indonesia Belum Yakin Terlindung COVID-19

Penerima vaksin mengaku belum yakin bahwa mereka sudah memiliki antibodi yang melindungi mereka dalam menghadapi pandemi yang berkepanjangan ini. (Foto: AP)

Sudah lebih dari 98 juta orang di Amerika divaksinasi COVID-19. Sebagian kecil dari mereka sudah mendapat dua dosis vaksin. Namun, penerima vaksin mengaku belum yakin bahwa mereka sudah memiliki antibodi yang melindungi mereka dalam menghadapi pandemi yang berkepanjangan ini.

Menurut pusat data virus corona Johns Hopkins University, sudah lebih dari 98 juta orang di Amerika divaksinasi. Dari jumlah itu, lebih dari sepertiga telah menerima dua dosis vaksin.

Sedangkan menurut data yang diperoleh COVID-19 Vaccine Tracker National Public Radio (NPR) bersama Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Amerika saat ini memberikan lebih dari 1,6 juta suntikan vaksin setiap harinya.

Walaupun demikian, tampaknya pendistribusian vaksin yang lumayan gencar di Amerika selama ini, belum menjamin keyakinan masyarakat yang telah menerima dosis kedua sekalipun.

Botol vaksin Johnson & Johnson COVID-19, 6 Maret 2021, di timur Denver. (Foto: AP)

Dita Nasroel Chas adalah seorang petugas kesehatan dan tenaga medis yang turut langsung menangani pasien COVID-19 di satu rumah sakit di negara bagian Texas. Sebagai koordinator Proactive Community Testing (PCT) di bawah University of Texas, ia bertugas mentabulasi hasil tes terhadap komunitas untuk menjadi pijakan bagi pemerintah setempat untuk mengambil keputusan sehubungan dengan pandemi.

Dita mengatakan sebagai seorang Muslim, divaksin merupakan ikhtiar dirinya sesuai kemampuan untuk menghadapi pandemi, ditambah dengan menjalani protokol kesehatan. Namun, ia belum bisa 100 persen mengetahui apakah ia kini telah memiliki antibodi sepenuhnya.

Ketidakyakinan Dita, juga dirasakan Meutia Hediyanti. Tenaga administrasi penjadwalan ulang pasien pada Urgent Care Clinic di Madison, Wisconsin, ini masih belum sepenuhnya yakin pada keampuhan vaksin dalam melindunginya dari penularan. Ia tetap berhati-hati dan terus menjalani protokol kesehatan, terutama dalam pekerjaan sehari-hari yang mengharuskannya berdekatan dengan pasien dengan gejala COVID-19.

BACA JUGA: Rencana Diaspora Indonesia Setelah Pandemi Berlalu

"Memang iya sih, jadi walaupun lebih tenang gitu, tapi kan si vaksin ini kan bakalan bekerja dua minggu setelah divaksin gitu ya. Gak langsung ternyata, jadi dua minggu sesudah itu baru kita dibilangin bahwa antibodi itu benar-benar bekerja gitu," kata Meutia Hediyanti.

Di Virginia, Erwin Rianditama termasuk pekerja esensial karena ia bekerja dalam bidang layanan makanan. Setelah divaksinasi, ia merasa tenang namun tetap berhati-hati dan pasrah kepada Yang Maha Kuasa. Baginya ini merupakan tugas patriotis sekaligus keagamaan, kalaupun ada efek samping, menurutnya, bisa digunakan sebagai penelitian untuk menyempurnakan vaksin-vaksin pada masa depan yang konon merupakan terobosan dalam ilmu pengetahuan.

Your browser doesn’t support HTML5

Walau Sudah Divaksinasi, Diaspora Indonesia Belum Yakin Terlindung COVID-19

Shirly Miner, guru SMA di Viginia, juga sudah mendapat dua dosis vaksin. Sejauh ini ia tidak merasakan efek samping, walaupun sempat merasakan demam ringan setelah menerima suntikan kedua.

"Iya kayaknya sih merasa lebih tenang sih, soalnya kan nervous juga kan, masuk ke sekolah dengan anak-anak, apa murid-murid, jadi merasa lebih tenang, cuman ya karena sekolahnya juga on high alert gitu kan, dengan segala yang harus kita lakukan, supaya COVID-nya gak spread, jadi ya tetep waspada," katanya.

Adapun dosis vaksin kedua yang diterima Shirly ini sejalan dengan kebijakan negara bagian Virginia untuk membuka kembali sekolah bagi para siswa untuk kembali hadir secara fisik dan mengikuti kegiatan belajar secara langsung. [aa/ka]