Wamen ESDM Akui Banyak Kepentingan dalam Bisnis Energi

  • Iris Gera

Dari kiri: Susilo Siswoutomo (Wakil Menteri ESDM), Jero Wacik (Menteri ESDM) dan Rudi Rubiandini (Ketua SKK Migas) di Jakarta, 16 January 2013 (Foto: dok).

Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo di Jakarta, Rabu(12/2) berjanji, pemerintah akan lebih meningkatkan manfaat energi baru dan terbarukan untuk menekan kerusakan alam.
Dalam paparan mengenai kebijakan energi di dalam negeri, Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo di Jakarta, Rabu(12/2) mengakui kerusakan hutan yang diakibatkan proses eksplorasi minyak dan tambang secara berlebihan sangat mengkhawatirkan. Ditambah lagi, menurutnya banyak para investor enggan memulihkan lingkungan yang telah rusak dengan meninggalkan lokasi eplorasi.

Namun Susilo Siswoutomo berjanji, pemerintah segera memperbaiki kondisi tersebut dan akan lebih meningkatkan manfaat energi baru dan terbarukan untuk menekan kerusakan alam. Upaya tersebut ditambahkannya sekaligus menekan alokasi anggaran negara untuk impor minyak mentah dan BBM.

“Ini usaha-usaha yang memang ternyata amat sangat sulit karena perbedaan kepentingan. Harus tahan, apa sih yang kita tidak punya. Migas kita punya, meskipun tidak sebesar Venezuela maupun Arab Saudi. Jadi kita memang tidak bisa dibandingkan dengan mereka-mereka itu," kata Susilo Siswoutomo.

Menurut Susilo Siswoutomo, pertambahan penduduk sekitar tiga hingga 3,5 juta orang pertahun dengan laju pertumbuhan ekonomi mencapai enam persen, menjadikan pertambahan pertumbuhan energi menjadi sekitar delapan persen.

"Kebutuhan BBM kita 1,4 juta barrel per hari, produksi minyak kira-kira 825 ribu barrel per hari, digenjot seperti apapun nggak bisa naik karena sumur-sumurnya sudah tua," lanjutnya.

Wamen ESDM menambahkan, minyak yang bisa diolah di kilang milik Pertamina sekitar 650 ribu barrel, dengan kapasitas kilang di seluruh Indonesia satu juta barrel. Sehingga setiap harinya, Pertamina itu harus mengimpor 350 ribu barrel per day minyak mentah untuk diolah.

"Kalikan saja 100 dolar per barrel, itu kira-kira 35 sampai 40 juta dolar per hari. Yang 400 sampai 500 ribu barrel diimpor dalam bentuk BBM. (Apabila di)kalikan 120 dolar per barrel harga BBM, satu hari kira-kira 60 juta dolar. Total kita impor kira-kira 100 sampai 120 juta dolar per hari, satu minggu hampir satu milyar dolar,” jelas Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo.

Lebih lanjut, menurut Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo, selain untuk BBM, pemerintah juga sedang berupaya menekan anggaran untuk listrik. Ia menambahkan peraturan yang menghambat upaya perbaikan masalah energi di dalam negeri akan diubah.

“Usaha kita akan membangkitkan listrik dari tenaga baru dan terbarukan, kita setiap tahun itu harus membangkitkan tambahan 6.000 megawatt, sampai tahun 2020 itu nanti kebanyakan berasal dari batubara, geothermal juga dari energi baru air, sampah, angin, ini yang sedang kita garap, problem yang dihadapi kita ini masalah regulasi, itu akan kita ubah,” tambahnya.

Menanggapi paparan Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo, Koordinator Institut Indonesia Hijau, Chalid Muhammad mengatakan pemerintah tidak pernah tegas menindak investor yang merusak hutan dalam menjalankan usahanya. Banyaknya izin usaha bidang energi yang dikeluarkan pemerintah justru menyebabkan hutan di Indonesia rusak parah.

“Kerusakan dimana-mana dan seterusnya itu fakta. Ini skenario yang akan kami lakukan untuk memulihkan, ini tindakan yang akan kami lakukan untuk mengadili orang-orang yang melakukan perusakan itu, nah itu tadi tidak keluar. Kalau sekedar prihatin, kerusakannya pasti akan tambah. Di pemerintahan reformasi ini lebih dari 10 ribu izin yang dikeluarkan,”komentar Chalid Muhammad.

Chalid Muhammad berpendapat, jika pemerintah tidak segera beralih dari BBM ke energi alternatif, upaya untuk menekan anggaran impor minyak mentah dan BBM akan sia-sia.

“Konsep energi yang ada dipemerintah sekarang, baru pada tahapan ketahanan energi, padahal yang kita butuhkan adalah kedaulatan energi, kita negara yang kepulauan, sudah 240 juta-an rakyat. Kalau dengan model policy energi sekarang, saya yakin 10-15 tahun kedepan, kita akan collapse secara energi dan kita akan bergantung kepada orang, dan itu artinya makin banyak kita impor," jelas Chalid Muhammad.

"Kalau sekarang kita banyak uang keluar untuk impor BBM, ya itu wajar karena tidak pernah dikoreksi kebijakan transportasi kita, kenapa tidak dialihkan menjadi gas,” tambahnya.