Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris mengatakan dalam konflik Israel-Hamas yang telah berlangsung selama delapan bulan terakhir di Gaza, ia sangat khawatir dengan semua laporan tentang kemerosotan dan kekerasan seksual.
Harris menyampaikan hal tersebut pada Senin (17/6) saat memperingati Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik Sedunia, di mana ia melangsungkan pembicaraan dengan sejumlah penyintas dan pakar kekerasan seksual terkait konflik.
“Kekerasan seksual telah menjadi taktik perang sejak zaman kuno. Sepanjang sejarah, mereka-mereka yang mengobarkan perang telah secara khusus menarget dan menganiaya perempuan dan anak perempuan untuk menunjukkan dominasi dan kekuasaan terhadap tubuh para korban, dan untuk mempermalukan, meneror dan menundukkan seluruh masyarakat. Kekerasan seksual masih menjadi bagian dari konflik modern yang mengerikan di seluruh belahan dunia.”
Mengutip laporan PBB, Harris menggarisbawahi perlunya mengungkapkan prevalansi kekerasan seksual dalam konflik terhadap perempuan dan anak perempuan, laki-laki dan anak laki-laki.
“Seluruh kejahatan ini seringkali diabaikan. PBB memperkirakan untuk setiap satu kasus perkosaan terkait konflik yang dilaporkan, ada 10-20 kasus yang tidak dilaporkan,” ujarnya.
BACA JUGA: Sekjen PBB Masukkan Israel dan Hamas dalam Daftar Pelanggaran terhadap Anak-anakSebelum menyampaikan pandangannya itu, Harris melangsungkan pertemuan dengan Amit Soussana, seorang mantan sandera Israel yang mengungkapkan kekerasan seksual yang dialaminya selama ditawan Hamas.
“Hati saya hancur karena trauma dan rasa sakit yang ditimbulkan dalam setiap konflik ini,” kata Harris, mengacu pada berbagai konflik yang sedang berlangsung, di mana terdapat banyak laporan tentang kekerasan seksual.
“Di Ukraina, pasukan Rusia memperkosa perempuan di wilayah-wilayah yang mereka duduki. Di Irak, ketika ISIS merebut sebagian wilayah 10 tahun lalu, mereka memaksa perempuan dan anak perempuan menjadi budak seksual dan membantai ribuan lainnya. Di Sudan, konflik yang masih terus berlangsung dengan pasukan paramiliter juga meneror perempuan dan anak perempuan dengan kekerasan seksual,” ujarnya seraya menyampaikan kekhawatiran bahwa “dalam perang Israel-Hamas selama delapan bulan ini, saya sangat prihatin dengan semua laporan tentang kemerosotan dan kekerasan seksual.”
Harris mengingatkan kembali tentang kebijakan pemerintah Amerika Serikat untuk menggunakan seluruh jalur diplomatik, keuangan dan hukum untuk menghukum siapa pun yang melakukan kejahatan seksual.
Ia mencontohkan bagaimana untuk pertama kalinya, AS memberlakukan sanksi-sanksi hanya karena kekerasan seksual terjadi dalam konflik, termasuk berbagai kejahatan, yang dilakukan di Haiti, Sudan, Irak, Republik Demokratik Kongo “lewat sistem pertanggungjawaban yang bermakna dan berkontribusi pada pencegahan.” [em/jm]