Warga Australia, Sabtu (21/5) akan pergi ke tempat-tempat pemungutan suara (TPS) setelah kampanye enam minggu yang berfokus pada inflasi yang dipicu pandemi, perubahan iklim, dan kekhawatiran akan pos militer China yang dibangun kurang dari 2.000 km di lepas pantai Australia.
Koalisi konservatif Perdana Menteri Scott Morrison mencalonkan diri untuk masa jabatan tiga tahun keempat yang langka.
Australia telah mencatat lebih dari dua kali lipat jumlah kematian akibat COVID-19 pada tahun ini saja dibandingkan pada dua tahun pertama pandemi. Sekitar 8.000 orang telah meninggal akibat COVID-19 dari 26 juta populasi Australia. Hanya 2.239 yang meninggal pada 2020 dan 2021. Varian virus yang lebih menular mencoreng rekor pemerintah menanggulangi pandemi.
Pemerintah mengubah peraturan pemungutan suara pada Jumat (20/5)untuk memungkinkan ribuan orang yang baru saja tertular COVID-19 untuk memilih melalui telepon. Komisioner Pemilu Australia Tom Rogers mengatakan beberapa TPS akan ditutup Sabtu (21/5) karena banyak dari 105.000 petugas pemilu sakit karena virus atau flu. Tentara cadangan telah diminta untuk mengisi.
Pandemi dan perang di Ukraina telah meningkatkan biaya hidup dan menimbulkan keraguan atas apa yang selama ini dibanggakan bahwa kaum konservatif adalah manajer ekonomi yang lebih baik daripada Partai Buruh.
Partai Buruh juga mempersoalkan kebijakan luar negeri pemerintah setelah China dan Kepulauan Solomon mengukuhkan selama kampanye pemilu bahwa mereka telah menyelesaikan pakta keamanan bilateral. Partai Buruh menggambarkannya sebagai kegagalan terburuk kebijakan luar negeri Australia di Pasifik sejak Perang Dunia II.
Australia telah memiliki pakta keamanan dengan Kepulauan Solomon dan merupakan pemberi bantuan yang dermawan di negara kepulauan Pasifik Selatan itu. [ka/ab]