Sedikitnya 147 pengungsi etnis Rohingya mendarat di teluk tak berpenghuni di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut), pada Sabtu (30/12) sekitar pukul 23.00 WIB. Teluk itu bersebelahan dengan Desa Kwala Besar yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumut.
Mereka tiba dalam kondisi memprihatinkan, dengan makanan dan minuman yang sangat terbatas. Tanpa berpikir dua kali, warga Desa Kwala Besar langsung memberikan pertolongan dengan mengumpulkan makanan, minuman, dan baju bekas layak pakai untuk diberikan kepada para pengungsi, yang terdiri dari 53 laki-laki, 39 perempuan, dan 55 anak-anak.
Saat ditemui VOA di lokasi berlabuhnya kapal reyot para pengungsi itu, Husni Thamrin, salah seorang warga Desa Kwala Besar yang ikut mengulurkan tangan, mengatakan, “Saya melihat mereka membutuhkan pakaian-pakaian bekas layak pakai. Dasar saya membagikan mereka makanan dan pakaian karena rasa kemanusiaan. Saya tidak tega melihat kondisi mereka.”
Menurut Husni masyarakat hanya bisa membantu etnis Rohingya ala kadarnya. Ia menyayangkan lambatnya bantuan dari pemerintah dan lembaga lain kepada para pengungsi yang sudah berada di sana sejak Sabtu.
“Cuma itu yang bisa kamu lakukan sebagai warga. Harapan kami sebagai masyarakat agar pemerintah cepat mengambil tindakan untuk membantu mereka,” ujarnya.
Sebagian Pengungsi yang Tiba Punya Kartu Pengungsi
Seratus empat puluh tujuh pengungsi Rohingya itu hanya berteduh menggunakan satu tenda yang terbuat dari terpal. Saat VOA mengunjungi lokasi berlabuhnya kapal tua yang ditumpangi para pengungsi, tampak sejumlah anak menangis, sementara ayah ibu mereka tidak dapat melakukan banyak hal. Mereka belum memiliki akses air bersih, meskipun tampak sejumlah makanan dan pakaian dari warga lokal di salah satu sudut tenda.
Belum diketahui apakah seluruh warga etnis Rohingya yang tiba itu merupakan pengungsi atau tidak. Namun sebagian dari mereka menunjukkan kartu pengungsi yang diterbitkan oleh Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Menurut Husni, warga setempat tidak dapat menahan kesedihan saat mendengar tangis anak-anak dan bayi saat hari beranjak malam.
“Kasihan kita melihat mereka. Kemarin malam saya tidur di sini, anak-anak menangis semua. Bahkan ada saya ayun anak-anak bayi itu. Tidak tega saya,” ucapnya.
Husni berharap agar pemerintah segera memindahkan mereka ke tempat yang lebih baik.
“Kalau mereka bisa dikembalikan, ya dipulangkan saja. Kalau tidak dikembalikan tapi tolong cari tempat yang layak untuk menampung mereka sementara,” katanya.
Warga Desa Kwala Besar lainnya, Maulida Anisa, mengatakan tetap berharap pemerintah memberi arahan yang tegas untuk mengatasi tibanya pengungsi seperti yang terjadi saat ini. Warga, ujar Anisa, tidak keberatan memberikan bantuan, “tetapi pemerintah harus tegas. Kami memang menentang Rohingya di sini. Tapi kalau dilihat kondisi anak-anaknya pada kasihan. Cuma kalau bisa jangan menetap di sini.”
Salah seorang pengungsi, Mohammed Sayed (usia 24) mengaku masyarakat lokal telah banyak memberikan bantuan kepada mereka. “Masyarakat lokal membantu dan kami sangat senang,” ujarnya seraya menceritakan bagaimana kelompok mereka melakukan perjalanan dari kamp pengungsi di Cox’s Bazar pada 6 Desember 2023 menggunakan kapal. Saat ini kapal yang membawa mereka dari Bangladesh ke Indonesia telah rusak parah dan karam.
Mereka, tambah Sayed, juga membayar sejumlah uang kepada kapten kapal untuk keluar dari kamp Cox’s Bazar di Bangladesh. Namun, saat ini kapten kapal tersebut telah melarikan diri.
“Dia tidak ada di sini. Dia telah pergi dua jam sebelum kami mendarat di sini. Tiga orang (termasuk kapten kapal) pergi menggunakan kapal lain,” ungkap Sayed.
UNHCR Indonesia Akui Ada Kendala
Perwakilan UNHCR Indonesia, Yanuar Farhanditya, mengatakan lokasi pendaratan etnis Rohingya itu sangat sulit diakses sehingga ada sedikit kendala dalam memberikan bantuan.
“Diharapkan pemerintah dapat menentukan lokasi agar kami bisa segera memindahkan pengungsi ke lokasi yang lebih mudah dijangkau. Saat ini mereka hanya berlindung di shelter sederhana,” katanya kepada VOA melalui pesan singkat.
Your browser doesn’t support HTML5
Yanuar mengatakan akan segera melakukan proses registrasi untuk memastikan jumlah pengungsi yang tiba di teluk itu.
“UNHCR bersama IOM telah mengunjungi lokasi tersebut dan tengah bekerja sama dengan pemerintah dan aparat setempat. Kami juga akan melakukan pra-registrasi (pendataan awal) dalam waktu dekat,” tandasnya.
Sebelumnya, Penjabat Gubernur Sumatra Utara, Hassanudin, mengatakan penanganan pengungsi etnis Rohingya itu akan dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Mereka sudah dilokalisasi di suatu tempat yang tidak bisa kontak langsung dengan masyarakat. Kita sudah memberikan bantuan sesuai kebutuhan dasar. Nanti akan ditangani sesuai mekanisme yang ada,” ujarnya, Minggu (31/12) malam. [aa/em]