Kondisi kawasan Dieng di Banjarnegara biasanya dingin menggigil, namun belakangan terasa hangat. Bukan oleh cuaca, tetapi karena penolakan warga terhadap pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Dataran tinggi Dieng memang memiliki potensi panas bumi yang cukup besar. Tidak mengherankan, jika PT Geodipa Energi, badan usaha milik negara memilihnya sebagai lokasi pengembangan PLTP. Proyek ini penting, di tengah semangat pemerintah memulai transisi energi.
Namun, masyarakat setempat menolak langkah itu. Ardiyanto, warga setempat kepada VOA mengatakan, pagar power plant milik PT Geodipa Energi hanya berjarak dua meter dari pemukiman warga.
“Kami masih terus melakukan penolakan. Alasannya, karena terlalu dekat dengan pemukiman. PLTP Dieng II ini, untuk pembangunan power plant-nya itu terlalu dekat dengan pemukiman,” kata Ardiyanto kepada VOA.
Berbagai upaya mereka lakukan untuk menegaskan sikap. Termasuk dengan menggandeng Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang. Beberapa waktu lalu, warga juga menggelar istighosah atau doa bersama, sebagai bagian dari upaya agar suara penolakan mereka didengar.
“Istigosah ini sebagai bentuk sikap warga Karangtengah, Dieng, memohon kepada Yang Kuasa agar kami semua tidak menjadi korban selanjutnya dari PLTP Dieng,” tambahnya.
Ardiyanto menyebut istilah korban selanjutnya, karena memang warga mengalami trauma oleh kecelakaan kerja di tengah pelaksanaan proyek pengeboran. Beberapa kali ledakan pipa dan kebocoran gas terjadi, misalnya pada 2007 dan 2016. Pada 12 Maret 2022 lalu, bahkan terjadi kebocoran gas yang menyebabkan satu pekerja pengeboran meninggal dunia, dan sejumlah pekerja lain harus dilarikan ke rumah sakit karena keracunan gas. Insiden ini menyebabkan trauma kolektif dan teror bagi warga yang berada di sekitar wellpad 9.
Aktivitas Pengeboran Mengganggu
PT Geodipa Energi melalui vendor PT Plumpang Raya Anugrah (PRA) memang tengah beraktivitas di kawasan tersebut. Mereka antara lain melakukan pengangkutan alat berat ke wilayah wellpad 9, untuk melakukan pengeboran sumur produksi PLTP Dieng Unit II.
Iqbal Alma dari Walhi Jateng mengatakan, aktivitas pemindahan alat berat serta rencana pengembangan well pad 9 untuk mendukung pembangunan PLTP Dieng Unit II adalah bentuk perusakan dan penyerobotan ruang hidup warga desa Karangtengah. Iqbal juga mengingatkan, kecelakaan pernah terjadi pada wellpad 1, 12, 28 dan 31 yang menimbulkan trauma warga.
“Wellpad 9 merupakan sumur produksi yang lama tidak aktif. Dalam beberapa kali uji coba, warga menerima berbagai dampak, yaitu suara bising. Selain itu benda yang terbuat dari besi, seperti kendaraan, atap rumah, parabola milik warga menjadi mudah berkarat atau keropos,” kata Iqbal.
Semua ini dinilai mengurangi produktivitas pertanian warga. Padahal pertanian merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat di dataran tinggi Dieng.
“Alih-alih ingin mensejahterakan masyarakat, pembangunan PLTP di Dieng justru menjadi sumber ketakutan bagi masyarakat. Sejak keberadaan PLTP Dieng, yang rencananya akan terus melakukan ekspansi, warga dan lingkungan tidak dipandang sebagai bagian terpenting oleh negara,” tambah Iqbal.
Hak Warga Terganggu
Fajar Muhammad Andhika dari LBH Semarang yang turut mendampingi warga menyebut, ada sejumlah alasan sehingga warga melakukan penolakan.
Your browser doesn’t support HTML5
“Pertama kita melihat dari sisi Hak Asasi Manusia. Pertama, warga terggangu atas rasa amannya. Hari ini, memang PLTP Dieng atau Geodipa sedang masif melakukan pengeboran di beberapa titik, yang itu berdekatan dengan kawasan pemukiman warga,” kata Andhika kepada VOA.
Beberapa waktu terakhir, lanjut Andhika, pada petani mengkhawatirkan aktivitas pengeboran, karena beberapa kali insiden kecelakaan yang bahkan sempat memakan korban jiwa.
Alasan kedua adalah soal hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Warga khawatir lahan mereka rusak, karena setelah melihat di beberapa tempat, panas bumi ternyata beresiko mengeluarkan racun yang berpengaruh pada pertanian masyarakat. Sedangkan di sana mata pencaharian utama itu sebagai petani,” kata Andhika.
Secara hukum masyarakat memiliki hak atas rasa aman, seperti dijamin pasal 30 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, masyarakat juga memiliki hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana ada dalam pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945.
LBH Semarang mendampingi warga sebagai teman berjuang bersama sejumlah kelompok aktivitas lain.
Didasari semua itu, warga Karangtengah, Dieng menuntut dihentikannya seluruh aktivitas PT Plumpang Raya Anugrah (PRA) di Wellpad 9 milik PT Geodipa Energi. Warga juga juga meminta dihentikannya teror industri geothermal kepada rencana pembangunan power plant Dieng II di Karangtengah dihentikan, dan tidak dilakukan perluasan industri geotermal di kawasan Dataran Tinggi Dieng
VOA telah menghubungi PT Geodipa Energi dalam beberapa hari terakhir. Melalui aplikasi percakapan, pihak PT Geodipa Energi meminta VOA mengirim pertanyaan melalui surat elektronik. Namun, hingga laporan ini disusun, tidak ada pernyataan yang dikirimkan, untuk menjawab tuntutan warga tersebut. [ns/ab]