Penduduk Jalur Gaza untuk pertama kali dalam minggu ini menikmati berlalunya malam dengan damai setelah gencatan senjata Israel-Hamas.
Kehidupan di Gaza mulai kembali normal Kamis (22/11), hari pertama gencatan senjata antara Israel dan militan Palestina pimpinan Hamas di wilayah itu.
Lebih dari 150 warga Palestina dan lima warga Israel tewas dalam konflik selama delapan hari. Ratusan lainnya luka-luka.
Konflik mengganggu kehidupan sehari-hari di kedua sisi karena sekolah, kantor-kantor dan toko-toko tutup dan orang-orang diperintahkan diam dalam rumah demi keselamatan mereka.
Di pelabuhan kecil, desa nelayan, beberapa kilometer dari kota Gaza, Mifleh Abu Riallah, 34, sedang membongkar tangkapannya berupa ikan-ikan kecil seukuran sarden. Untuk pertama kali ia bisa kembali melaut, meskipun hasilnya sedikit. Ia mengungkapkan, angkatan laut Israel masih belum mengizinkan nelayan Gaza melewati garis batas 2,5 mil laut, atau enam kilometer, dari garis pantai.
Riallah mengatakan, 2,5 mil adalah jarak untuk berenang, bukan untuk menangkap ikan. Jarak yang begitu dekat dengan pantai tidak memungkinkan nelayan menangkap ikan besar. Ia berharap berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, jarak untuk menangkap akan diperpanjang menjadi 20 kilometer seperti dulu.
Israel memberlakukan blokade terhadap Gaza setelah Hamas merebut kekuasaan lima tahun lalu. Blokade itu melumpuhkan perekonomian Gaza dan menghancurkan industri perikanan. Dua-pertiga nelayan berhenti melaut.
Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, Israel dan Hamas akan merundingkan pengakhiran blokade itu. Penduduk Gaza berharap itu akan mengakhiri semua pembatasan melaut dan membuka kembali penyeberangan perbatasan darat.
Blokade juga merugikan pertanian. Petani Gaza dilarang bekerja di lahan dalam jarak dua kilometer dari perbatasan. Larangan itu praktis menutup lebih dari seperempat lahan wilayah pertanian.
Israel mengatakan blokade itu untuk melindungi rakyat Israel di dekat perbatasan dari serangan dan mencegah penyelundupan senjata. Menurut rakyat Palestina, blokade untuk menghukum Hamas, yang tidak mengakui Israel dan menyerukan kehancuran negara itu.
Seorang profesor sosiologi pada Islamic University of Gaza, Waleed Shabeir, mengatakan akan butuh waktu lama bagi rakyat Gaza untuk pulih, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara psikologis.
Menurut Shabeir, mereka harus mengupayakan jalan keluar dari pengrusakan dan pembunuhan. Mereka harus membangun kembali karena semuanya hancur akibat konflik itu.
Kebanyakan penduduk Gaza ingin kembali ke kehidupan normal, seperti orang lain. Itu akan membutuhkan langkah lebih lanjut, yang mungkin lebih sulit bagi Israel dan Hamas, untuk mengakhiri isolasi ekonomis dan politik terhadap Gaza.
Lebih dari 150 warga Palestina dan lima warga Israel tewas dalam konflik selama delapan hari. Ratusan lainnya luka-luka.
Konflik mengganggu kehidupan sehari-hari di kedua sisi karena sekolah, kantor-kantor dan toko-toko tutup dan orang-orang diperintahkan diam dalam rumah demi keselamatan mereka.
Di pelabuhan kecil, desa nelayan, beberapa kilometer dari kota Gaza, Mifleh Abu Riallah, 34, sedang membongkar tangkapannya berupa ikan-ikan kecil seukuran sarden. Untuk pertama kali ia bisa kembali melaut, meskipun hasilnya sedikit. Ia mengungkapkan, angkatan laut Israel masih belum mengizinkan nelayan Gaza melewati garis batas 2,5 mil laut, atau enam kilometer, dari garis pantai.
Riallah mengatakan, 2,5 mil adalah jarak untuk berenang, bukan untuk menangkap ikan. Jarak yang begitu dekat dengan pantai tidak memungkinkan nelayan menangkap ikan besar. Ia berharap berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, jarak untuk menangkap akan diperpanjang menjadi 20 kilometer seperti dulu.
Israel memberlakukan blokade terhadap Gaza setelah Hamas merebut kekuasaan lima tahun lalu. Blokade itu melumpuhkan perekonomian Gaza dan menghancurkan industri perikanan. Dua-pertiga nelayan berhenti melaut.
Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, Israel dan Hamas akan merundingkan pengakhiran blokade itu. Penduduk Gaza berharap itu akan mengakhiri semua pembatasan melaut dan membuka kembali penyeberangan perbatasan darat.
Blokade juga merugikan pertanian. Petani Gaza dilarang bekerja di lahan dalam jarak dua kilometer dari perbatasan. Larangan itu praktis menutup lebih dari seperempat lahan wilayah pertanian.
Israel mengatakan blokade itu untuk melindungi rakyat Israel di dekat perbatasan dari serangan dan mencegah penyelundupan senjata. Menurut rakyat Palestina, blokade untuk menghukum Hamas, yang tidak mengakui Israel dan menyerukan kehancuran negara itu.
Seorang profesor sosiologi pada Islamic University of Gaza, Waleed Shabeir, mengatakan akan butuh waktu lama bagi rakyat Gaza untuk pulih, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara psikologis.
Menurut Shabeir, mereka harus mengupayakan jalan keluar dari pengrusakan dan pembunuhan. Mereka harus membangun kembali karena semuanya hancur akibat konflik itu.
Kebanyakan penduduk Gaza ingin kembali ke kehidupan normal, seperti orang lain. Itu akan membutuhkan langkah lebih lanjut, yang mungkin lebih sulit bagi Israel dan Hamas, untuk mengakhiri isolasi ekonomis dan politik terhadap Gaza.