Warga Haiti Ragu Pertemuan CARICOM Dapat Hasilkan Solusi untuk Atasi Krisis Geng Kriminal

  • Associated Press

Sejumlah warga berjalan meninggalkan rumah mereka menuju tempat penampungan akibat kekerasan yang melanda wilayah Port-au-Prince, Haiti, pada 9 Maret 2024. (Foto: Reuters/Ralph Tedy Erol)

Para pemimpin internasional, termasuk Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, pada hari Senin (11/3) bersiap mengikuti pertemuan CARICOM untuk membahas cara membantu Haiti, negara di Karibia yang tengah dikepung kekacauan. CARICOM (Caribbean Community and Common Market) adalah kelompok negara-negara di kawasan Karibia.

Pasukan tentara nasional Haiti bersenjata lengkap berdiri di sekitar bandara, menunjukkan ketegangan yang masih terasa di negara itu setelah sepekan penuh didera serangan geng.

Hanya sedikit orang yang berlalu-lalang di sekitar kawasan Istana Negara, yang menjadi lokasi pertikaian sengit antargeng pada Jumat (8/3) malam.

Kepada The Associated Press, sejumlah warga Haiti mengungkapkan kemarahan mereka terhadap Perdana Menteri Ariel Henry yang tidak bisa masuk kembali ke Haiti. Mereka juga ragu pertemuan CARICOM bisa menghasilkan solusi.

Berbicara di CARICOM, Perdana Menteri Barbados Mia Mottley mengatakan, “Siapa pun setuju bahwa Dewan Kepresidenan diperlukan untuk membantu mengidentifikasi seorang perdana menteri.”

BACA JUGA: Militer AS Evakuasi Personel Kedutaan Besar di Haiti

Banyak orang tewas, sementara lebih dari 15.000 lainnya kehilangan tempat tinggal karena melarikan diri dari penggerebekan geng-geng ke rumah-rumah mereka.

Sekolah-sekolah pun tutup, karena guru maupun orang tua sepakat bahwa kondisi saat ini masih tidak aman bagi anak-anak untuk keluar rumah.

Stasiun pengisian bahan bakar pun tutup, sehingga memaksa pemilik kendaraan untuk mengisi bensin di pasar gelap dengan harga yang lebih mahal.

Semakin banyak warga Haiti yang menuntut pengunduran diri Henry. Ia belum memberikan pernyataan publik sejak serangan terjadi.

Dewan Keamanan PBB pada Senin (11/3) mendesak geng-geng di Haiti “untuk segera menghentikan tindakan mereka yang mengganggu stabilitas,” termasuk kekerasan seksual dan perekrutan anak-anak. DK PBB juga mengatakan pihaknya memperkirakan pasukan multinasional akan dikerahkan sesegera mungkin untuk membantu mengakhiri kekerasan di sana. [rd/jm]