Demonstrasi meletus di Ibu Kota Haiti Port-au-Prince pada Rabu (31/1) sewaktu orang-orang memprotes pemerintahan PM Ariel Henry. Mereka menuntut tindakan lebih banyak untuk menghentikan gelombang kekerasan yang telah membuat warga mengungsi.
Barikade-barikade dibakar dan orang-orang turun di jalan-jalan di Haiti, yang menghadapi konflik yang memburuk antara aliansi geng-geng bersenjata berat yang menguasai sebagian besar ibu kota dan meluaskan teritori mereka hingga ke daerah perdesaan, mengakibatkan kekerasan seksual, penjarahan dan pembunuhan tanpa pandang bulu
Dylien Dagene, seorang demonstran mengatakan ia tidak bisa bertahan di rumahnya karena kawasan tempat tinggalnya tidak aman dan banyak terjadi ledakan. “Saya merasa wajib turun ke jalan untuk mengatakan tidak kepada Ariel. Saya hanya katakan, ‘Ariel, terima kasih atas apa yang Anda lakukan untuk negara’ tetapi sekarang ia harus meninggalkan negara ini. Karena dialah yang menyebabkan negara ini berada dalam situasi ini,” katanya.
BACA JUGA: Dewan Keamanan Setujui Penerjunan Pasukan Non-PBB ke HaitiSeorang pengungsi lainnya mengatakan ia terpaksa melarikan diri bersama dengan anak-anaknya karena geng-geng penjahat memburu dan membunuh orang-orang.
Penculikan meningkat hampir dua kali lipat dari 2022 menjadi hampir 2.500 kasus, sewaktu geng-geng itu menargetkan orang-orang yang berada di jalur transportasi untuk meminta uang tebusan dari teman dan kerabat mereka.
Sementara itu, Kenya terus melanjutkan rencana untuk memimpin misi keamanan yang telah disetujui PBB ke Haiti, meskipun pengadilan di Nairobi pekan lalu menghalangi pengiriman tersebut, kata Presiden Kenya William Ruto kepada Reuters pada Selasa lalu. [uh/ab]