Matthew Trickett, 37, dinyatakan meninggal pada hari Minggu (19/5) di sebuah taman di Maidenhead, sebuah area di Inggris selatan di barat Kota London, menurut pernyataan Polisi Thames Valley. Polisi mengatakan, mereka menemukan mayat Trickett setelah menerima telepon dari seseorang.
“Penyelidikan sedang berlangsung atas kematian itu, yang kini belum dapat dijelaskan,” kata polisi dalam pernyataan mereka.
Trickett adalah mantan anggota marinir di angkatan bersenjata Kerajaan Inggris, dan memiliki perusahaan keamanan swasta. Setelah menghadapi tuduhan membantu badan intelijen asing dan campur tangan asing berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional Inggris, ia dibebaskan dengan uang jaminan pada 13 Mei lalu.
Badan intelijen asing yang dimaksud dalam dakwaan itu adalah intelijen Hong Kong. Trickett adalah satu dari tiga pria yang dituduh menjadi mata-mata China.
Pria lain yang terlibat dalam kasus tersebut adalah Chi Leung Wai, 38, dan Chung Biu Yuen, 63. Undang-undang Keamanan Nasional yang disahkan pada bulan Desember lalu menyasar ancaman yang datang dari negara asing. Undang-undang itu bertujuan untuk meningkatkan keamanan Inggris dan melindungi lembaga-lembaga demokrasi, ekonomi, dan nilai-nilai negara tersebut.
BACA JUGA: Laporan: Selera China terhadap ‘Kayu Berdarah’ Mungkin Picu Konflik di MozambikPersidangan selanjutnya di mana ketiga terdakwa sebelumnya dijadwalkan hadir di pengadilan akan digelar pada Jumat (24/5) ini.
Pengacara Trickett mengaku terkejut atas kematian kliennya dan tidak memberikan komentar lebih lanjut. Sementara keluarga Trickett "berduka atas meninggalnya anak, saudara serta anggota keluarga," ungkap pernyataan dari pihak keluarga.
Kasus yang melibatkan Trickett menimbulkan ketegangan diplomatik antara Inggris dan China. Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan kepada duta besar China bahwa spionase dan serangan siber tidak diperbolehkan di Inggris.
Kedutaan besar China di London menuduh Inggris merekayasa dakwaan tersebut. Pihak kedutaan juga menyebut Inggris tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan dengan Hong Kong.
Pernyataan tersebut datang setelah Inggris mengecam perlakuan terhadap tokoh prodemokrasi di Hong Kong, yang merupakan bekas wilayah jajahan Inggris. Inggris juga telah membuat program visa yang membuat warga Hong Kong dapat datang ke negara tersebut. Inggris dan China sebelumnya juga berselisih terkait kondisi minoritas Muslim Uyghur di Xinjiang, sebuah wilayah di China, dan kondisi hak asasi manusia di Tibet.
Sejumlah pejabat telah memperingati bahwa Inggris dapat menghadapi "pembalasan China yang kuat dan tangguh." Ketegangan antar kedua negara berlangsung setelah "Zaman Keemasan" dalam hubungan antara Beijing dan Londong yang kuat, namun hubungan tersebut telah melemah dalam beberapa tahun terakhir. [ps/jm/rs]