Pasukan Israel membombardir wilayah Gaza tengah pada Minggu (9/6), sehari setelah membunuh 274 warga Palestina dalam operasi pembebasan sandera. Tank-tank milik pasukan Israel kini juga telah bergerak lebih jauh ke dalam wilayah Rafah dalam upaya mengunci bagian selatan dari kota tersebut, ungkap sejumlah warga dan media Hamas.
Warga Palestina tampak masih sangat syok dengan jumlah korban tewas dalam serangan yang terjadi pada Sabtu (8/6). Jumlah korban tersebut menjadi yang terburuk dalam periode 24 jam dalam perang yang telah berlangsung selama berbulan-bulan di Gaza termasuk jumlah korban pada perempuan dan anak-anak, ungkap tim medis Palestina.
Seorang mantan guru Bahasa Inggris dan juga warga Nuseirat, Mounira, menggambarkan situasi yang terjadi "sangat buruk," seraya menambahkan bahwa "serangan udara berlangsung di semua sudut."
"Kemarin [Sabtu.red], situasinya sangat buruk. Pemboman di mana-mana. Serangan udara berlangsung di semua sudut. Orang-orang berlari ketakutan dan semua hal buruk terjadi di jalanan," ungkap Mounira, yang hanya memberikan nama depannya.
BACA JUGA: Gaza: 274 Warga Palestina Tewas dalam Operasi Pembebasan 4 Sandera Israel"Serangan berlangsung selama sekitar dua jam, lebih dari dua jam, di seluruh wilayah Nuseirat."
"Hati saya, dan bahkan hati semua orang di Gaza dipenuhi oleh kesedihan, kesedihan yang tak berujung. Anda tidak tahu soal situasi buruk yang telah kami alami sejak 7 Oktober lalu. Tidak ada listrik, tidak ada air bersih. Kebutuhan kami sehari-hari, kalian bahkan tidak mampu mendapatkannya," tambah Mounira.
Dalam data terbaru yang dirilis pada Minggu (9/6), Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan sebanyak 274 warga Palestina tewas dibunuh, dan 698 lainnya mengalami luka-luka ketika komando pasukan khusus Israel menyerbu kamp Al-Nuseirat, yang dipadati warga untuk memembaskan empat sandera yang ditahan oleh Hamas.
"Anda dapat melihat di sini tidak ada lagi harapan, tidak ada lagi mimpi, tidak ada lagi pemikiran soal esok hari. Karena tidak ada tempat yang aman di Gaza. Anda dapat dibom kapan saja," ungkap Mounira. [rs]