Hampir dua bulan setelah penyeberangan perbatasan Myanmar-China antara Muse dan Kota Ruili di China dibuka, rata-rata lebih dari 3.000 orang menyeberang setiap harinya melintasi perbatasan tersebut. Mereka umumnya bekerja di China, menurut angka resmi.
Jumlah orang yang melintasi perbatasan setiap hari sejak dibuka kembali pada 14 Januari, sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah sebelum pandemi, ketika ribuan pekerja Myanmar berbondong-bondong mencari pekerjaan di kota manufaktur Ruili yang berkembang, atau dalam industri konstruksi dan pertanian yang berkembang pesat di provinsi Yunnan barat.
“Ada permintaan besar untuk [tenaga kerja] di sini,” kata seorang pengusaha Myanmar di Ruili kepada VOA pekan ini. “Terdapat keselarasan antara permintaan tenaga kerja pada satu sisi dan tuntutan akan pekerjaan pada sisi lain.”
Ruili muncul sebagai pusat manufaktur, di saat para pengusaha China di kawasan industri berat mencari lokasi yang lebih murah dan bisa mendapatkan tenaga kerja lebih murah, menurut laporan September 2022 oleh kantor berita Bloomberg.
Di paruh pertama 2019, sebanyak 91,35 persen dari penumpang yang keluar dan masuk ke area pelabuhan Ruili berasal dari Myanmar, menurut data pemerintah Ruili yang didapatkan oleh Global Times. [ka/rs]