Setelah terkungkung di rumah tanpa penerangan, makanan dan air, warga New Jersey mencari hiburan dan kehangatan di bar.
Seorang perempuan warga pantai New Jersey mengatakan bahwa ia merasa klaustrofobik di rumah, sementara seorang pria merasa sangat bosan, sementara yang lainnya mengatakan mereka “merasa gila.” Banyak orang yang terkungkung di rumah akibat super badai Sandy memecah kebosanan mereka pada Minggu (5/11) dengan pergi ke bar.
Sejak Senin malam minggu lalu, ketika badai melumpuhkan sistem listrik, Paulette Balla terpaksa diam di rumahnya di Asbury Park dalam gelap memakai “kupluk, baju hangat dan sarung tangan” dan meringkuk di dalam dua selimut supaya tetap hangat, ujarnya. Sekali-sekalinya ia keluar adalah untuk membeli bensin.
Namun saat ia membaur dengan pengunjung bar Clancy's Tavern di Neptune City dan menikmati ruangan yang hangat dan sinar dari wajah kawan-kawannya, kesulitan akibat badai pun terlupakan.
“Rasanya seperti di surga. Senang sekali bisa keluar rumah lagi. Saya merasa klaustrofobik di rumah,” ujar Balla.
Kesulitan menyalakan pemanas di malam musim dingin minggu lalu sangat berat dihadapi. “Saya memakai air panas dari keran untuk membuat air teh. Rasanya tidak enak,” ujarnya.
Warga sepanjang pesisir timur, terutama New Jersey, harus menghadapi penderitaan yang tidak pernah mereka hadapi sebelumnya, yaitu kurang atau tidak adanya makanan panas, air, saluran televisi, listrik dan Internet.
Steve McLaughlin, 59, dari Avon, mengatakan ia harus tinggal serumah dengan ibu mertuanya yang berusia 87 tahun karena pemanas di apartemen sang mertua mati.
"Tidak ada TV, Internet dan pemanas. Saya merasa ‘demam kabin’ dengan adanya mertua saya,” ujarnya saat minum-minum di Darcy's Tavern di Bradley Beach. Ia cepat-cepat menambahkan bahwa ia mencintai ibu mertuanya.
Bar Anticipation di Danau Como merupakan salah satu bar paling populer di Pantai Jersey karena band-band besar yang tampil, sejumlah pesawat televisi dan pengunjung yang sangat banyak dan hidup, terutama pada hari Minggu selama musim pertandingan sepak bola ketika ada makanan prasmanan hangat gratis.
Johnnie B., manager di bar itu selama 12 tahun terakhir, mengatakan ia tidak pernah melihat penghargaan seperti yang ada pada hari Minggu.
"Seorang ibu dan anak perempuannya mendekati saya dan mengatakan ‘Terima kasih, terima kasih,’ karena mereka belum makan dalam dua hari,” ujarnya.
“Seorang teman terjebak di lantai dua rumahnya karena banjir, dan hari ini ia datang ke sini, makan dan terus makan.”
Prasmanan yang tersedia bukan sekedar burger, hot dog dan kentang goreng dingin, namun jajaran meja yang dipenuhi mangkuk besar kaki kepiting, piring-piring berisikan ayam bakar, roti lapis, pasta dan sayuran yang dihidangkan oleh empat orang. Para pengunjung memadati bar tersebut.
“Saya memastikan kita memiliki lebih banyak makanan hari ini karena saya tahu akan ada lebih banyak pengunjung,” ujar Johnnie B.
“Orang-orang berkata mereka merasa gila terkungkung di rumah. Mereka perlu berbaur, melihat pertandingan dan menikmati minuman.”
Bar tersebut memiliki generator sehingga dapat buka setiap malam sejak badai.
“Orang-orang datang ke sini meski ada badai minggu ini,” ujarnya. “Di sini mereka merasa ada kenormalan. Jika kami tutup, mereka akan berpikir situasi sangat buruk.” (Reuters/Philip Barbara)
Sejak Senin malam minggu lalu, ketika badai melumpuhkan sistem listrik, Paulette Balla terpaksa diam di rumahnya di Asbury Park dalam gelap memakai “kupluk, baju hangat dan sarung tangan” dan meringkuk di dalam dua selimut supaya tetap hangat, ujarnya. Sekali-sekalinya ia keluar adalah untuk membeli bensin.
Namun saat ia membaur dengan pengunjung bar Clancy's Tavern di Neptune City dan menikmati ruangan yang hangat dan sinar dari wajah kawan-kawannya, kesulitan akibat badai pun terlupakan.
“Rasanya seperti di surga. Senang sekali bisa keluar rumah lagi. Saya merasa klaustrofobik di rumah,” ujar Balla.
Kesulitan menyalakan pemanas di malam musim dingin minggu lalu sangat berat dihadapi. “Saya memakai air panas dari keran untuk membuat air teh. Rasanya tidak enak,” ujarnya.
Warga sepanjang pesisir timur, terutama New Jersey, harus menghadapi penderitaan yang tidak pernah mereka hadapi sebelumnya, yaitu kurang atau tidak adanya makanan panas, air, saluran televisi, listrik dan Internet.
Steve McLaughlin, 59, dari Avon, mengatakan ia harus tinggal serumah dengan ibu mertuanya yang berusia 87 tahun karena pemanas di apartemen sang mertua mati.
"Tidak ada TV, Internet dan pemanas. Saya merasa ‘demam kabin’ dengan adanya mertua saya,” ujarnya saat minum-minum di Darcy's Tavern di Bradley Beach. Ia cepat-cepat menambahkan bahwa ia mencintai ibu mertuanya.
Bar Anticipation di Danau Como merupakan salah satu bar paling populer di Pantai Jersey karena band-band besar yang tampil, sejumlah pesawat televisi dan pengunjung yang sangat banyak dan hidup, terutama pada hari Minggu selama musim pertandingan sepak bola ketika ada makanan prasmanan hangat gratis.
Johnnie B., manager di bar itu selama 12 tahun terakhir, mengatakan ia tidak pernah melihat penghargaan seperti yang ada pada hari Minggu.
"Seorang ibu dan anak perempuannya mendekati saya dan mengatakan ‘Terima kasih, terima kasih,’ karena mereka belum makan dalam dua hari,” ujarnya.
“Seorang teman terjebak di lantai dua rumahnya karena banjir, dan hari ini ia datang ke sini, makan dan terus makan.”
Prasmanan yang tersedia bukan sekedar burger, hot dog dan kentang goreng dingin, namun jajaran meja yang dipenuhi mangkuk besar kaki kepiting, piring-piring berisikan ayam bakar, roti lapis, pasta dan sayuran yang dihidangkan oleh empat orang. Para pengunjung memadati bar tersebut.
“Saya memastikan kita memiliki lebih banyak makanan hari ini karena saya tahu akan ada lebih banyak pengunjung,” ujar Johnnie B.
“Orang-orang berkata mereka merasa gila terkungkung di rumah. Mereka perlu berbaur, melihat pertandingan dan menikmati minuman.”
Bar tersebut memiliki generator sehingga dapat buka setiap malam sejak badai.
“Orang-orang datang ke sini meski ada badai minggu ini,” ujarnya. “Di sini mereka merasa ada kenormalan. Jika kami tutup, mereka akan berpikir situasi sangat buruk.” (Reuters/Philip Barbara)