Warga Rusia di AS Rasakan Dampak Perang di Ukraina

Seseorang memasang sebuah papan bertuliskan "Jalan Presiden ZELENSKY" di depan Kedutaan Besar Federasi Rusia, di Washington DC setelah Rusia menginvasi Ukraina. (Foto: AP)

Tindakan vandalisme, “cancel culture” atau aksi boikot, dan dampak keuangan. Inilah sebagian masalah yang dihadapi warga Rusia yang tinggal di Amerika setelah Presiden Vladimir Putin menginvasi Ukraina 24 Februari lalu. Banyak di antara warga Rusia ini menentang agresi tersebut dan mendorong perdamaian.

Sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina 24 Februari lalu, ribuan orang berdemonstrasi di Kota New York untuk mendukung Ukraina. Imigran Rusia Sasha Nazintseva awalnya merasa ia diterima untuk bergabung dalam demonstrasi itu.

“Saya mendengar sebagian orang Amerika di belakang saya mengatakan hal-hal yang tidak baik tentang orang Rusia. Mereka menjadi sedikit agresif dan kemudian menyampaikan hal-hal buruk pada saya. Saya mendengar dua orang Ukraina lainnya mengatakan pada saya: kembali ke Rusia!”

BACA JUGA: Demo Dukung Ukraina Berlanjut di Seluruh Eropa

Kasus yang dialami Sasha bukan hal baru seiring kuatnya tentangan terhadap tindakan Rusia di Ukraina yang dilampiaskan terhadap warga Rusia yang tinggal di Amerika.

Di ibu kota Washington DC, sebuah restoran Rusia - Russia House Restaurant – dilaporkan dirusak.

Aksi unjuk rasa mendukung Ukraina di kota New York, AS setelah invasi Rusia ke Ukraina (foto: ilustrasi).

Mikhail Podolski yang lahir dan besar di Moskow mengatakan ini adalah “cancel culture” atau aksi boikot yang melanda bisnis Rusia.

“Toko-toko kini mencoba menyingkirkan vodka Rusia. Di komunitas dunia maya, mereka berupaya mengubah kelompok Rusia menjadi “kelompok berbahasa Rusia.” Sejumlah toko Rusia juga mencabut atau mengganti nama atau lambang yang identik dengan Rusia. Saya pikir mereka mencari aman,” tukasnya.

Yulia Lushnikova berharap permusuhan ini tidak bertambah buruk.

“Sangat menyedihkan melihat hal ini terjadi. Manusia adalah manusia. Saya rasa kita tidak perlu menggeneralisasi hanya karena seseorang memiliki nama keluarga Rusia, lalu ia menjadi musuh,” ungkap Yulia.

BACA JUGA: Ratusan Anggota Sayap Kanan Serbia Demo Dukung Invasi Rusia

Presiden Free Russia Foundation Natalia Arno, yang memperjuangkan Rusia yang bebas dan demokratis, mengatakan diaspora Rusia di Amerika bekerja untuk meningkatkan kesadaran dan menekan Rusia untuk menghentikan perang.

“Kami mengorganisir sebuah kampanye besar-besaran untuk menyampaikan yang sebenarnya, sehingga orang-orang Rusia yang diasingkan ini dapat menarget mereka yang ada di Rusia dan menyampaikan kebenaran. Kirimi mereka foto dan video tentang apa yang sedang terjadi.”

Pesan itu sepertinya tersampaikan. Para demonstran telah turun ke jalan-jalan di Rusia, meskipun mereka menghadapi penangkapan dan kemungkinan hukuman penjara selama beberapa tahun.

Peter Lidsky, warga Rusia yang tinggal di San Fransisco mengatakan, “Jika orang-orang menjadi lebih miskin, mereka lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk bertahan hidup. Mereka mungkin tidak punya waktu untuk berupaya mengganti sistem politik.”

Aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Rusia di Skopje, Macedonia menyamakan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Adolf Hitler (foto: dok).

Marina Dyu memiliki kerabat di Rusia dan Ukraina. Ia memahami persepsi negatif sejumlah orang terhadap Rusia akhir-akhir ini. Tetapi sudah waktunya, ujar Marina, untuk bersatu dan menyudahi penderitaan perang yang tidak masuk akal bagi kedua belah pihak.

“Saya hanya berharap agar orang-orang tidak meningkatkan rasa benci ini, tidak memprovokasi kebencian satu sama lain, tetapi justru bersatu sehingga dapat melakukan setiap upaya untuk mendukung rakyat di Ukraina dan Rusia,” ujarnya.

VOA telah berupaya menghubungi sejumlah warga Rusia di Amerika yang mendukung invasi ke Ukraina, tetapi mereka menolak diwawancarai. [em/lt]