Kedua belas orang itu diduga sedang dalam perjalanan ilegal dengan perahu ke Taiwan ketika ditangkap pihak berwenang China. Mereka kini menghadapi dakwaan resmi, secara ilegal menyeberangi perbatasan, di Shenzhen, kota di China selatan yang berbatasan dengan Hong Kong, wilayah semi-otonom China.
Pada Minggu (25/10), aktivis dari beberapa organisasi Taiwan, turun ke jalan-jalan di Taipei. Penduduk lain di pulau berpemerintahan sendiri dan demokratis itu, dan juga banyak warga Hong Kong, bergabung dengan aktivis.
BACA JUGA: China Ancam Pembalasan Atas Penjualan Senjata AS ke TaiwanBanyak dari mereka berpakaian hitam dan memakai masker. Mereka berbaris melintasi kota, sambil membawa balon yang bertuliskan "Save 12" atau "Selamatkan 12."
"Mereka seperti kita semua yang ada di sini saat ini. Kita semua seharusnya menjadi individu bebas yang mampu mewujudkan impian. Namun,, mereka dicegat otoritas China ketika berada di laut. Sampai sekarang, tidak seorang pun di dunia ini yang bisa menghubungi mereka," kata Wakil Sekjen Partai Progresif Demokratik (DPP), Lin Fei-fan, kepada demonstran.
Your browser doesn’t support HTML5
Taiwan dan China berpisah di tengah perang saudara pada 1949. China memutus hubungan dengan pemerintahan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang menolak menerima tuntutan agar ia mengakui pulau itu sebagai bagian dari China.
China menginginkan Taiwan kelak kembali bersatu dengan China daratan, di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem." Kebijakan yang sama selama ini ditetapkan untuk Hong Kong.
BACA JUGA: Pensiunan Militer Taiwan Ditahan atas Dugaan Menjadi Mata-mata China"Kedua belas orang Hong Kong itu menjadi alasan mengapa lebih dari 20 kota di seluruh dunia saat ini melancarkan protes. Namun, kami tidak hanya mendesak agar ke-12 orang ini dibebaskan. Kami akan terus bergerak, terus berkumpul untuk menekan China, sampai negara itu membebaskan semua orang yang ditahan, semua orang dan etnis minoritas yang dianiaya," kata Freddy Lim, seorang anggota parlemen.
Terpilihnya Tsai Januari lalu untuk masa jabatan empat tahun kedua, terjadi setelah penindasan terhadap demonstran pro-demokrasi tahun lalu di Hong Kong. Situasi di Hong Kong itu memperkuat opini publik di Taiwan terhadap langkah ke arah menentang pemerintahan oleh Beijing. [ka/jm]