Wartawan Al-Jazeera Divonis 3 Tahun Penjara di Mesir

Produser Al Jazeera berbahasa Inggris Baher Mohamed (kiri), penjabat sementara kepala biro Kairo Mohammed Fahmy (tengah) dan koresponden Peter Greste (kanan) dalam sebuah sidang di Kairo, 31 Maret 2014.

Amnesty International menyatakan bahwa vonis itu menunjukkan penindasan total terhadap kebebasan berpendapat di Mesir sekarang ini.

Pengadilan Kairo di Mesir hari Sabtu (29/8) memvonis tiga wartawan Al-Jazeera bersalah mendukung kelompok terlarang Ikhwanul Muslimin. Ketiga wartawan itu divonis hukuman tiga tahun penjara.

Mostefa Souag, penjabat direktur jejaring media Al-Jazeera, menyatakan, putusan tersebut bertentangan dengan logika dan kelaziman. Vonis itu menunjukkan penindasan total terhadap kebebasan berpendapat di Mesir sekarang ini, ujar Nicholas Piachaud, peneliti Mesir di Amnesty International. Ia menambahkan tekanan internasional terhadap Mesir diharapkan dapat mendorong pembebasan mereka.

Hakim Hassan Farid, sewaktu menjatuhkan hukuman, mengatakan bahwa para wartawan itu memiliki peralatan yang belum disetujui pejabat keamanan Mesir. Hakim mengatakan para wartawan itu menyiarkan berita palsu dan menggunakan hotel mereka sebagai pusat penyiaran tanpa izin.

Putusan itu semula diperkirakan diumumkan awal bulan ini, tetapi pengadilan berulangkali menunda sidang sejak Mohamed Fahmy, warga Kanada, Baher Mohamed, warga negara Mesir dan Peter Greste, warga Australia, ditahan pada Desember 2013.

Greste yang tampil di Al-Jazeera dari Australia tidak lama setelah putusan itu diumumkan menyatakan vonis itu tidak adil dan tidak boleh dibiarkan karena mereka bukan teroris. Greste dibebaskan Februari lalu.

Pengacara Fahmy, Amal Clooney, mengatakan, vonis itu memberi pesan bahwa para wartawan dapat dipenjarakan semata-mata karena menjalankan tugas mereka menyampaikan kebenaran dan melaporkan berita. Vonis itu juga mengirim pesan bahwa ada hakim-hakim di Mesir yang akan membiarkan pengadilan mereka menjadi alat penindasan politik dan propaganda, lanjutnya.

Souag mengatakan para wartawan itu dijatuhi hukuman meskipun tak ditemukan sedikitpun bukti pendukung tuduhan-tuduhan palsu terhadap mereka. Bukannya membela kebebasan serta media yang bebas dan juur, pengadilan Mesir malah mengancam kebebasan mereka demi alasan politik, jelasnya.

Ketiga orang itu dinyatakan bersalah lebih dari setahun silam. Hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara terhadap Greste dan Fahmy serta 10 tahun penjara terhadap Mohamed.

Pengadilan banding memutuskan pada Januari lalu bahwa mereka harus diadili ulang setelah para jaksa tidak dapat mengajukan bukti memadai yang menunjukkan mereka mendukung Ikhwanul.

Sementara Greste kembali ke Australia, Mohammed dan Fahmy tetap bebas dengan uang jaminan di Mesir.

Ikhwanul telah lama menjadi sasaran penindakan keras pemerintah Presiden Abdel Fattah el-Sissi sejak ia memimpin penggulingan mantan pemimpin Islamis Presiden Mohamed Morsi pada Juli 2013. Banyak di antara pemimpin kelompok itu, termasuk Morsi, telah ditangkap dan divonis bersalah dalam pengadilan massal.

Amerika Serikat termasuk di antara banyak negara yang menyatakan Mesir menetapkan para wartawan itu bersalah secara tidak adil.