Pengadilan di Myanmar menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang wartawan Jepang yang merekam protes antipemerintah pada Juli, kata seorang diplomat Jepang, Kamis (6/10).
Toru Kubota, Rabu (5/10), dijatuhi hukuman tujuh tahun karena melanggar Undang-Undang Transaksi Elektronik dan hukuman tiga tahun karena menghasut, kata Tetsuo Kitada, Wakil Duta Besar Jepang. Hukuman itu akan dijalani secara bersamaan. Tuduhan melanggar undang-undang keimigrasian diyakini masih ditunda.
Undang-Undang Transaksi Elektronik mencakup pelanggaran yang melibatkan penyebaran informasi bohong atau provokatif secara online. Pelanggaran ini diancam hukuman penjara tujuh hingga 15 tahun. Penghasutan adalah hukum politik yang mencakup semua kegiatan yang dianggap menyebabkan kerusuhan. Hukuman ini telah sering digunakan terhadap wartawan dan pembangkang, biasanya dengan ganjaran penjara tiga tahun.
BACA JUGA: Myanmar Hukum Wartawan BBC dengan Tiga Tahun Kerja WajibKubota ditangkap pada 30 Juli oleh polisi berpakaian preman di Yangon, kota terbesar di negara itu, setelah mengambil foto dan video protes kilat atas pengambilalihan Myanmar tahun 2021 oleh militer, yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Ia adalah jurnalis asing kelima yang ditahan di Myanmar setelah militer merebut kekuasaan. Warga negara Amerika Nathan Maung dan Danny Fenster, yang bekerja untuk media lokal, dan pekerja lepas Robert Bociaga dari Polandia dan Yuki Kitazumi dari Jepang akhirnya dideportasi sebelum tuntas menjalani hukuman penjara.
Sekitar 150 wartawan telah ditangkap. Lebih dari setengahnya dibebaskan. Tetapi media tetap menjadi subyek pembatasan ketat. Media bebas dipaksa beroperasi secara bergerilya atau dari luar negeri.[ka/ab]