Yaman tenggelam dalam keheningan ketika sejumlah media dan wartawan berada di bawah ancaman pelecehan, penangkapan, penyiksaan dan bahkan kematian. Beberapa jurnalis Yaman menyatakan di saat kekerasan dan kelaparan memperburuk perang sipil, kini banyak yang meninggalkan profesi mereka.
Sekitar dua minggu lalu, empat jurnalis dijatuhi hukuman mati di Yaman setelah lima tahun dipenjara. Mereka diadili di pengadilan yang dijalankan oleh Houthi, kelompok yang menguasai Yaman utara dan berperang di selatan melawan pemerintah yang diakui secara internasional.
Kebebasan pers kian memburuk "secara signifikan" sejak Houthi naik ke tampuk kekuasaan tahun 2015, kata Justin Shilad, seorang peneliti senior pada Komite Pelindung Jurnalis.
“Kelompok Houthi itu bahkan tidak mau berpura-pura membela kebebasan pers. Hukuman mati itu menjadi buktinya,” ujarnya.
BACA JUGA: Utusan PBB Desak Perang Yaman Dihentikan karena Wabah CoronaJustin mengemukakan biasanya, kalau pihak berwenang ingin membungkam wartawan mereka mengenakan tuduhan terorisme atau menghasut kekerasan. Namun sekarang di Yaman utara, seorang jurnalis bisa saja menjadi tersangka.
Ia menambahkan, meskipun demikian, wartawan juga mengalami pelecehan, penculikan dan pemukulan di sejumlah daerah di bawah
kendali pemerintah yang diakui internasional. Mereka bahkan terbunuh dalam bebeberapa serangan udara Saudi. Mereka juga terjebak dalam sejumlah baku tembak.
Essam Alqadasi, seorang jurnalis di ibukota Yaman Sana'a mengatakan, banyak wartawan meninggalkan profesi mereka dan mencari pekerjaan lain sebagai buruh. Mereka meyakini kebebasan pers itu penting dalam suatu masyarakat yang bebas, kata Essam, akan tetapi risiko yang dihadapi sekarang terlalu besar. [mg/ii]