Wawancara Khusus VOA dengan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan

Luhut Binsar Panjaitan/Menko Kemaritiman akui masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Indonesia untuk memulihkan perekonomian. (Courtesy: KBRI)

Di sela-sela Pertemuan Tahunan Dewan Gubernur Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional IMF, VOA mewawancarai secara khusus Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Berbagai isu dibahas, antara lain soal pekerjaan rumah yang masih harus dilakukan Indonesia untuk memulihkan kondisi perekonomian, perang bintang di kabinet, hingga kontroversi pencabutan moratorium pembangunan reklamasi Teluk Jakarta. Berikut wawancara lengkap bersama wartawan VOA Eva Mazrieva.

VOA: Dalam "World Economic Outlook 2017” yang dirilis Selasa (10/10), Indonesia dinilai telah menjalankan kebijakan ekonomi yang "mengesankan", meskipun masih banyak "PR" yang harus diselesaikan. Terbukti dengan target angka pertumbuhan 5,3% masih belum tercapai karena hingga saat ini baru 5%, sementara tingkat inflasi saat ini 4,4%. "PR" itu antara lain memperluas jaring pengaman sosial, meningkatkan pendapatan pemerintah dan menyesuaikan harga komoditas. Adakah "PR" lain?

Luhut Binsar Panjaitan: “Kalau performa ekonomi kita bagus. Menurut survei terakhir – dan jika saya bisa koreksi – inflasi kita di bawah 4% - saya kira terendah sejak 20 tahun terakhir. Angka pertumbuhan kita masih 5%, atau 5,2%, tapi overall dengan keadaan ekonomi sekarang kita masih baik. Pembangunan infrastruktur juga baik. Survei "Indikator" menunjukkan rakyat menikmati sekali pembangunan jalan, listrik. Sekarang semua daerah memiliki listrik. Jadi program banyak. Tapi PR juga banyak yang belum selesai. Saya kira untuk tiga tahun, pencapaian saat ini sudah cukup melegakan. Tapi saya melihat setelah lima tahun – mudah-mudahan Presiden Jokowi terpilih second term – program-program infrastruktur sudah mulai membuahkan hasil. Transportation cost jadi turun dan menurunkan juga tingkat inefesiensi. Salah satu masalah utama di Indonesia adalah inefesiensi. Yang kedua, akibat inefesiensi itu maka transportation cost juga tinggi. Jika ini bisa diperbaiki bersamaan dengan perbaikan produksi pangan – beras, garam, gula ikan, daging – maka akan menurunkan inflasi hingga 3%, karena ini yang menyebabkan inflasi tinggi. Saya kira dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang transparan, turun ke bawah, memberikan contoh langsung dan keteladanan – baik ia sendiri maupun keluarganya – saya kira akan membuat Indonesia lebih baik lagi."

VOA: Apalagi angka pertumbuhan Indonesia sekarang ini bagus sekali dibanding AS misalnya.

Luhut Binsar Panjaitan: "Pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti saya jelaskan tadi tahun ini bisa 5,2% – 5,3% yang menurut saya dengan kondisi saat ini, sudah sangat baik. Kemarin saya bicara dengan Bank Dunia dan mereka mengapresiasi hal itu."

Luhut Binsar Panjaitan jelaskan soal pencabutan moratorium pembangunan reklamasi Teluk Jakarta yang kontroversial. (Courtesy: KBRI)

VOA: IMF Managing Director Christine Lagarde mengatakan partisipasi perempuan dalam kebijakan ekonomi merupakan keniscayaan, tidak bisa dinafikan lagi. Juga bahwa perempuan berperan penting untuk menurunkan angka pengangguran, memberantas korupsi hingga meningkatkan angka pertumbuhan. Apakah pemerintah memiliki kebijakan yang pro-perempuan? Bagaimana meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan?

Luhut Binsar Panjaitan: "Saya pikir kita tidak boleh serta merta – kalau saya pribadi – bahwa perempuan harus dapat jatah sekian, karena bagaimana jika kualitasnya tidak bagus. Jadi biar kualitas yang berbicara. Sekarang misalnya jumlah menteri perempuan di kabinet ada delapan. Belum pernah dalam sejarah republik ini jumlah menteri perempuan sedemikian besar. Tetapi ada sektor lain yang mungkin jumlahnya tidak sesuai dengan kuota. Saya sendiri sebagai pribadi menilai biar kualitas yang berbicara. Bagaimana pun Indonesia pernah punya presiden perempuan, AS saja belum. Kita jangan terlalu picik melihat hal ini."

VOA: Bapak tadi mengatakan jika Presiden Jokowi bisa melanjutkan ke periode kedua maka angka pertumbuhan bisa lebih baik lagi. Tetapi bagaimana sesungguhnya tingkat kepercayaan publik pada pemerintahan Jokowi?

Luhut Binsar Panjaitan: "Tadi saya baca survei yang baru keluar, Indikator dan SMRC, tingkat kepercayaan publik Presiden Joko Widodo sangat tinggi. Kalau saya tidak keliru 72% dan menurut saya ini pencapaian yang bagus. Memang tetap ada seruan agar harga pangan bisa dipelihara supaya tetap terjangkau, bantuan untuk rakyat kecil dll. Yang ada sebenarnya sudah memadai, tapi belum cukup efektif sampai ke bawah. Misalnya Dana Desa, Kartu Sehat, dan banyak macam lagi. Angkanya juga sudah ratusan triliun. Jadi saya pikir cukup bagus karena dulu kurang dilakukan dengan baik."

VOA: Bapak mengatakan tingkat kepercayaan publik atas pemerintahan Jokowi baik sekali, tetapi kita tidak bisa menutup mata terhadap adanya konflik terbuka; baik antara Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Menpolhukam Wiranto, maupun Menhan Ryamizard Ryacudu dan Kapolri Tito Karnavian. Bagaimana menjelaskan konflik ini kepada publik?

Luhut Binsar Panjaitan: "Sebenarnya tidak konflik, hanya beda pendapat. Itulah demokrasi. Tetapi begitu presiden mengatakan para pembantunya tidak boleh bersilang pendapat di ruang publik, saya kira sekarang diam juga. Ini menunjukkan bahwa presiden punya "say" yang kuat bahwa "I’m in charge."

VOA: Presiden bicara secara terbuka tentang hal ini?

Luhut Binsar Panjaitan: Iya. Presiden bicara di kabinet, di hadapan para menteri, panglima, jaksa agung, kapolri, semua lah itu. "Saya minta jangan lagi ada yang berpolemik di luar," kata presiden.

VOA: Kami menanyakan hal ini karena sekarang saja BPK masih memeriksa alutsista dan aset Kemenhan berdasarkan masukan Panglima TNI. Padahal sejauh ini tidak menemukan pelanggaran apapun kan?

Luhut Binsar Panjaitan: "Ya tidak ada masalah juga menurut saya. Masalah itu ada karena dibikin jadi masalah. Kalau pun ada masalah, tidak perlu dibawa ke ruang publik. Sekarang saya pikir mereka sudah paham dan masing-masing menahan diri."

VOA: Apakah ini bagian dari upaya merebut perhatian presiden untuk menjadi pasangannya pada pemilu 2019?

Luhut Binsar Panjaitan: "Tidak juga. Biarkan beliau berkonsentrasi pada pekerjaannya. Pada waktunya beliau akan memutuskan karena pasti beliau sudah melihat-lihat sambil jalan siapa kira-kira yang bisa jadi mitra di periode kedua. Menurut pikiran saya, jika beliau terpilih untuk periode kedua maka pembangunan kita akan jauh lebih cepat, lebih tegas dan lebih baik dari yang sekarang ini. Karena sepanjang yang saya ingat, sejauh saya pernah terlibat dalam pemerintahan, ini baru yang paling jelas arahnya, paling konsisten atas keputusan dan berani mengambil keputusan. (Didukung publik pula ya Pak?) Iya didukung publik pula."

VOA: Pencabutan moratorium pembangunan reklamasi Teluk Jakarta pekan lalu memicu kontroversi karena diambil ketika Polda Metro Jaya tengah menyelidiki dugaan pelanggaran dalam proyek itu. Apa yang sesungguhnya terjadi Pak?

Luhut Binsar Panjaitan: "Sebenarnya tidak perlu kontroversi. Saya hanya memberikan parameter meminta mereka mengkaji dari aspek hukum dan aspek teknis. Yang mengkaji bukan saya, tetapi semua kementerian dan lembaga yang ada di Indonesia; dan dari luar. Mereka adalah Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pariwisata, Kelautan, Perhubungan, juga dari ITB, dari Jepang, Korea dan Belanda, juga PLN, Pertamina dll. Semua melakukan kajian dan diskusi. Jadi mana yang salah? Saya sudah berkali-kali mengatakan sebagai pemimpin, kita harus terbuka. Jika ada yang salah, harus siap dikoreksi. Tapi berikan data kenapa tidak setuju. Jangan dipolitisasi. Itu yang lihat banyak di Indonesia: mempolitisasi sesuatu, karena dalam pikirannya begini "kalau dia dalam posisi seperti ini pasti sudah terima duit." Padahal itu tidak mungkin atau sulit dilakukan. Saya melihat banyak orang baik di Indonesia, jika ada 1-2 yang jahat, tidak bisa serta merta digeneralisir semua jahat. Sekarang ini yang melakukan studi reklamasi adalah anak-anak muda juga. Mereka punya idealisme. Jika ada bekas pemimpin yang mengatakan "biar dibuat untuk Cina saja," dia sudah tua kok. Ini anak-anak muda lho yang mengerjakannya. Belajar lah dari mereka. Anak-anak muda itu punya idealisme dan mereka bisa tersinggung lho. Jadi jangan sembarang bicara juga. Lihat! Jangan sampai pernyataannya merupakan refleksi diri dia terhadap orang lain."

VOA: Betul seperti yang Bapak sampaikan, ada pihak yang "menggoreng" isu ini. Sebagian mengatakan Bapak mencabut moratorium itu supaya tidak bisa diusik Anies Baswedan ketika ia menjabat sebagai gubernur Jakarta 16 Oktober nanti?

Luhut Binsar Panjaitan: "Wah gak ada urusan! Itu sudah lebih dari setahun kita studi. Baru keluar kemarin itu dan langsung saya teken. Itu aja kok jadi rame. Saya undang mereka dan biar Pak Ridwan/Deputi saya untuk memberi penjelasan pada Pak Anies dan Pak Sandi. Saya bilang sama mereka, mana yang kalian tidak setuju berikan alasan secara ilmiah, jangan pakai buruk sangka dan jangan berdebat di ruang publik. Kita ini khan pejabat negara. Sekali lagi ingin saya katakan, banyak yang hatinya baik di Indonesia."

VOA: Bagaimana persiapan Indonesia yang akan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF/WB tahun depan?

Luhut Binsar Panjaitan: "Kemarin saya juga brief Presiden WB Jim. Dari segi venue, hotel, keamanan, semua sudah sesuai jadwal. Malah kita lebih maju dan mereka mengapresiasi hal itu. Yang belum bisa kita ramalkan adalah Gunung Agung. Tapi saya sudah bawa Prof. Surono – pakar gunung yang paling senior di Indonesia – untuk memberi penjelasan kepada Jim bahwa sekarang terlihat ada penurunan aktivitas. Karena gunung ini aneh juga, biasanya kalau sudah statusnya "awas" biasanya akan meledak, tapi ini malah menurun aktivitasnya. Kita lihat dan berharap sampai Maret 2018 tidak ada apa-apa dan semua bisa berjalan dengan baik."

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan membantah adanya "perang bintang" di kabinet dalam wawancara khusus dengan VOA di KBRI Washington DC Rabu (11/10). (Courtesy: KBRI)

VOA: Terakhir, apakah sebenarnya kebijakan "America First" menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia?

Luhut Binsar Panjaitan: "Di Indonesia, saya kira suka atau tidak, Amerika selalu jadi populer. Kita kadang ngomong ini itu, tapi at the end, Amerika selalu jadi role-model buat Indonesia. China bermain, yes. Tapi tetap Amerika. Hanya saja sekarang pemimpin-pemimpin Amerika ada yang melihat Indonesia masih seperti 20 tahun lalu. Padahal Indonesia sekarang sudah sangat transparan. Misalnya seperti negosiasi Freeport, yang mindset-nya kadang-kadang masih melihat Indonesia masih seperti 15-20 tahun lalu. Sekarang sudah jauh beda! Padahal kita sekarang sudah jauh lebih paham, yang mengerjakannya bahkan anak-anak muda yang sekolah di Amerika juga. Jadi mereka yang hitung. Mereka yang memberitahu kami "gak bisa begini Pak!". Mereka paham karena mereka juga ngerti market. Jadi Amerika harus mengubah mind-setnya dan Amerika harus paham juga bahwa Indonesia sekarang berubah dalam banyak hal ke arah positif. Amerika seharusnya membantu. Sekarang Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan kita mampu mengatasi radikalisme – meskipun ada – tetapi sampai hari ini kita sangat sukses disitu. Tanpa bantuan Amerika lho! Amerika tidak perlu mengeluarkan uang triliunan dolar seperti di Afghanistan dan Irak. Jadi sebenarnya Indonesia bisa menjadi mitra yang baik dengan Amerika.” [em]