Pejabat WHO di China mengatakan tidak ada tanda-tanda bahwa virus flu burung baru yang telah menewaskan tujuh orang di negara itu telah menyebar dari manusia ke manusia dan menambahkan tidak ada alasan untuk panik.
BEIJING —
Beijing melaporkan bahwa jumlah penderita flu burung H7N9 dikonfirmasikan telah meningkat menjadi 22 orang.
Sebagian besar kematian dan penularan virus flu burung yang telah dikukuhkan di China telah terjadi di Shanghai, kota besar di bagian timur China. Walaupun sebagian besar infeksi telah ditelusuri berasal dari persentuhan dengan unggas yang sakit, salah satu penderita pertamanya menimbulkan kekhawatiran besar. Dua anak laki-laki dari penderita yang meninggal akibat H7N9 kemudian menderita penyakit pernafasan.
Salah satu dari anak itu meninggal, tetapi pihak berwenang China sekarang mengatakan flu burung itu bukan penyebab kematiannya.
Michael O'Leary, wakil WHO di China, mengatakan walaupun beberapa anggota keluarga itu jatuh sakit, tidak ada bukti saat ini bahwa penyakit itu dapat ditularkan dari satu manusia ke manusia yang lain.
“Sejauh ini, yang ada hanyalah penderita sporadik dari penyakit yang langka ini, dan mungkin akan tetap seperti itu. Jadi ini bukan saatnya untuk bereaksi berlebihan atau panik atau semacamnya. Ini adalah jumlah penderita yang relatif kecil dari penyakit serius berkaitan dengan kesehatan pribadi, tetapi pada tahap ini belum diketahui dampaknya terhadap kesehatan masyarakat,” ungkap O’Leary.
O'Leary mengatakan masih banyak yang harus dipelajari tentang virus itu dan karena baru, tidak ada cara untuk memperkirakan bagaimana perkembangannya.
O'Leary berbicara dalam sebuah konferensi pers di Beijing pada Senin, bersama Kepala Kesehatan Nasional China dan Komisi Keluarga Berencana. Dia memuji upaya China untuk mengerahkan sumber- sumber daya untuk memantau beberapa ratus orang yang telah melakukan kontak dengan orang yang tertular virus flu burung itu.
Meskipun sejumlah kematian awal akibat penyakit ini terjadi permulaan bulan lalu, pihak berwenang di China baru tiga minggu kemudian memutuskan flu burung baru itu sebagai sumber penyakit. Ini menyebabkan beberapa surat kabar dan pengguna Internet di China secara terbuka bertanya-tanya tentang penyebab keterlambatan itu dan khawatir adanya hal yang ditutup-tutupi. Pemerintah China mengatakan penundaan itu disebabkan perlunya waktu untuk mempelajari virus baru itu.
Dalam tahun 2002, pemerintah China awalnya mencoba untuk menutup-nutupi wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), yang muncul di China. Penyakit ini akhirnya menyebar ke seluruh dunia menyebabkan lebih dari 800 orang meninggal.
Kekhawatiran bahwa Asia mungkin mengalami epidemi lain seperti SARS menekan pasar bursa di seluruh kawasan itu Senin, sebagian besar saham ditutup dengan harga yang lebih rendah.
Sebagian besar kematian dan penularan virus flu burung yang telah dikukuhkan di China telah terjadi di Shanghai, kota besar di bagian timur China. Walaupun sebagian besar infeksi telah ditelusuri berasal dari persentuhan dengan unggas yang sakit, salah satu penderita pertamanya menimbulkan kekhawatiran besar. Dua anak laki-laki dari penderita yang meninggal akibat H7N9 kemudian menderita penyakit pernafasan.
Salah satu dari anak itu meninggal, tetapi pihak berwenang China sekarang mengatakan flu burung itu bukan penyebab kematiannya.
Michael O'Leary, wakil WHO di China, mengatakan walaupun beberapa anggota keluarga itu jatuh sakit, tidak ada bukti saat ini bahwa penyakit itu dapat ditularkan dari satu manusia ke manusia yang lain.
“Sejauh ini, yang ada hanyalah penderita sporadik dari penyakit yang langka ini, dan mungkin akan tetap seperti itu. Jadi ini bukan saatnya untuk bereaksi berlebihan atau panik atau semacamnya. Ini adalah jumlah penderita yang relatif kecil dari penyakit serius berkaitan dengan kesehatan pribadi, tetapi pada tahap ini belum diketahui dampaknya terhadap kesehatan masyarakat,” ungkap O’Leary.
O'Leary mengatakan masih banyak yang harus dipelajari tentang virus itu dan karena baru, tidak ada cara untuk memperkirakan bagaimana perkembangannya.
O'Leary berbicara dalam sebuah konferensi pers di Beijing pada Senin, bersama Kepala Kesehatan Nasional China dan Komisi Keluarga Berencana. Dia memuji upaya China untuk mengerahkan sumber- sumber daya untuk memantau beberapa ratus orang yang telah melakukan kontak dengan orang yang tertular virus flu burung itu.
Meskipun sejumlah kematian awal akibat penyakit ini terjadi permulaan bulan lalu, pihak berwenang di China baru tiga minggu kemudian memutuskan flu burung baru itu sebagai sumber penyakit. Ini menyebabkan beberapa surat kabar dan pengguna Internet di China secara terbuka bertanya-tanya tentang penyebab keterlambatan itu dan khawatir adanya hal yang ditutup-tutupi. Pemerintah China mengatakan penundaan itu disebabkan perlunya waktu untuk mempelajari virus baru itu.
Dalam tahun 2002, pemerintah China awalnya mencoba untuk menutup-nutupi wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), yang muncul di China. Penyakit ini akhirnya menyebar ke seluruh dunia menyebabkan lebih dari 800 orang meninggal.
Kekhawatiran bahwa Asia mungkin mengalami epidemi lain seperti SARS menekan pasar bursa di seluruh kawasan itu Senin, sebagian besar saham ditutup dengan harga yang lebih rendah.