Sebelum Alexander Fleming menemukan penisilin, antibiotika pertama di dunia, tahun 1928, tidak terhitung jumlah orang yang meninggal akibat luka dan infeksi biasa. Contohnya,18 persen tentara Amerika meninggal akibat pneumonia dalam Perang Dunia I. Tetapi, dalam Perang Dunia II, setelah ditemukannya penisilin, hanya satu persen yang meninggal akibat penyakit itu.
WHO memperingatkan bahwa dunia hampir kehabisan obat-obatan yang mujarab ini. Direktur Urusan Pemberantasan Tuberkulosa dari WHO, Mario Raviglione, menyebut kekebalan terhadap obat-obatan ini sebagai ancaman global. Ia mengatakan, “Kekebalan terhadap obat-obatan mengakibatkan kematian ratusan ribu orang setiap tahun. Selain itu, kekebalan terhadap obat-obatan menyulitkan pengobatan dan pembasmian penyakit-penyakit menular yang pada masa lalu dapat diobati. Kita seperti berada dalam masa sebelum ditemukannya antibiotik. Kita kembali ke dasawarsa 1930-an atau 40-an.”
Penemuan dan penggunaan antibiotika untuk mengobati penyakit-penyakit seperti kusta, tuberkulosa, gonorhea dan sifilis mengubah cara pengobatan dan sejarah manusia. Tetapi, sekarang kemanjuran antibiotika berkurang, karena kurang banyak digunakan, digunakan secara berlebihan atau disalahgunakan, yang mengakibatkan meningkatnya kekebalan terhadap obat-obatan ini.
Pengobatan TB, malaria, HIV, pneumonia, dan penyakit-penyakit menular berbahaya lainnya sulit dilakukan karena kekebalan terhadap obat-obatan meningkat. Wakil Direktur Jenderal WHO, Keiji Fukuda, mengatakan bahwa evolusi dan perebakan kekebalan terhadap obat-obatan sangat memprihatinkan.
WHO punya enam cara untuk mengawasi pemberian obat-obatan. Organisasi ini mendesak diperkuatnya sistem pengawasan dan pemantauan untuk mendeteksi munculnya masalah kekebalan terhadap obat-obatan. WHO juga menyarankan penggunaan obat-obatan secara tepat, tindakan untuk mencegah dan membasmi penularan penyakit dan penelitian serta pengembangan vaksin-vaksin baru dan obat-obatan untuk mengobati penyakit-penyakit menular.