WHO: Kematian Akibat Kolera Melonjak 71%

Sejumlah pasien yang menderita kolera mendapatkan pengobatan di sebuah pusat kesehatan di Wad Al-Hilu di negara bagian Kassala, Sudan, pada 17 Agustus 2024. (Foto: AFP)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (4/9) melaporkan jumlah kematian akibat kolera yang dilaporkan tahun lalu di seluruh dunia melonjak 71% dari tahun sebelumnya menjadi lebih dari 4.000 orang.

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyesalkan jumlah kematian akibat penyakit yang ia gambarkan sebagai “penyakit yang dapat dicegah dan mudah diobati.”

“Konflik, perubahan iklim, air dan sanitasi yang tidak aman, kemiskinan dan pengungsian, semuanya berkontribusi pada meningkatnya wabah kolera,” tambahnya.

Orang dapat tertular kolera melalui makanan atau air yang terkontaminasi bakteri kolera. Bakteri kolera dapat menyebar dari seseorang ke dalam pasokan air minum, atau air yang digunakan untuk menyiapkan atau menanam makanan.

BACA JUGA: Menkes: Kasus Cacar Monyet Varian 1B Belum Terdeteksi di Indonesia

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), gejala kolera meliputi diare yang sangat banyak, muntah, rasa haus yang meningkat, kram kaki, dan kegelisahan atau mudah tersinggung.

Jumlah kasus kolera juga melonjak dari tahun 2022 ke 2023 sebesar 13%, di mana 38% kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun.

Laporan WHO juga menunjukkan bahwa Afrika pada tahun lalu mengalami peningkatan kasus kolera sebesar 125%, sementara kasus kolera di Timur Tengah dan Asia turun sebesar 32%.

WHO mengumpulkan statistik tentang penyakit kolera pada tahun 2023 dari 45 negara. Sebanyak 44 negara menyerahkan informasi pada tahun 2022, sementara 35 negara lainnya menyerahkan informasi tentang hal tersebut pada tahun 2021.

Dalam laporan tahun ini, WHO mengatakan untuk pertama kalinya beberapa negara melaporkan kematian akibat kolera yang tidak terjadi di fasilitas kesehatan. WHO mengatakan bahwa kematian yang terjadi di masyarakat merupakan indikasi “kesenjangan yang serius dalam akses terhadap pengobatan dan perlunya memperkuat area respons ini.”

Pada tahun 2023, negara-negara yang melaporkan wabah kolera besar, baik yang dicurigai maupun yang telah dikonfirmasi, termasuk Afghanistan, Kongo, Malawi dan Somalia. Ethiopia, Haiti, Mozambique dan Zimbabwe juga melaporkan adanya perebakan di 2023.

BACA JUGA: Wabah Kolera di Zambia, Ratusan Orang Meninggal

Data awal untuk tahun 2024 menunjukkan wabah kolera masih terus berlanjut dengan wabah aktif yang tercatat di 22 negara, menurut WHO.

Terdapat vaksin kolera, tetapi dibuat oleh satu produsen yang belum mampu memenuhi permintaan. Tedros telah meminta perusahaan lain untuk mulai membuat vaksin tersebut.

Pengobatan yang paling penting untuk kolera, menurut CDC, adalah terapi rehidrasi yang bertujuan untuk mengganti cairan yang hilang melalui diare dan muntah, tetapi WHO mengatakan persediaannya rendah.

WHO mengatakan badan itu telah meminta dana sebesar US$50 juta untuk menangani kolera, namun belum menerima dana tersebut. Ini adalah kebutuhan, kata WHO, yang "masih belum terpenuhi." [em/rs]