Wita Salim Gaungkan Filosofi Batik Nusantara di Amerika

Wita Salim (kiri) saat mengajarkan cara membatik kepada anak-anak di Washington, D.C. (dok: Wita Salim)

Dalam beberapa tahun terakhir ini, Wita Salim kerap kali diundang untuk mengajarkan tentang cara membatik kepada warga lokal Amerika di daerah Washington, D.C., khususnya anak-anak. Tidak hanya teknik membatik, tetapi Wita juga berbagi mengenai filosofi di balik motif batik nusantara yang beragam.

Motif unik dan ragam warna yang menghiasi kain batik Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi warga lokal Amerika. Artis-artis papan atas seperti Jessica Alba, Heidi Klum, dan Reese Witherspoon pun pernah terlihat memakai pakaian dengan motif batik. Tidak hanya senang mengenakannya, namun ternyata banyak warga Amerika yang juga tertarik mempelajari teknik pembuatan warisan budaya milik Indonesia yang resmi ditetapkan oleh UNESCO tahun 2009 ini.

Your browser doesn’t support HTML5

Obrolan bersama Wita Salim, pengajar batik di Washington, D.C. dan sekitarnya.

“Banyak sekali orang Amerika yang ingin belajar (mengenai) batik,” papar penggiat budaya sekaligus pengajar batik, Wita Salim di negara bagian Maryland yang tak jauh dari Washington, D.C.

Sebagai pengajar batik, Wita merasa perlu untuk juga menceritakan arti dan filosofi di balik beragam motif batik Indonesia yang melegenda ini.

"Saya mengajarkan kepada (orang Amerika), bagaimana sih di Indonesia, kenapa batik itu penting? Karena beberapa desain itu kan untuk ceremony tertentu ya, mulai dari nikah, kemudian (dimiliki) ibu yang sudah tua, atau mungkin perempuan yang lagi hamil. Itu yang banyak orang enggak tahu. Nah, karena (orang Amerika) diajarkan filosifinya itu, makanya banyak sekali orang yang sangat tertarik, jadi bukan menggambarnya saja,” ujar Wita.

Dalam beberapa tahun terakhir ini Wita banyak dipanggil oleh sekolah-sekolah di wilayah Washington, D.C. untuk mengajarkan tentang batik nusantara kepada anak-anak. Salah satu programnya dilakukan bersama organisasi nirlaba ‘Rumah Indonesia’ yang bertujuan untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Amerika dan juga warga Indonesia di Amerika.

Wita Salim, mengajarkan batik kepada anak-anak SD di Washington, D.C (dok: Wita Salim)

“Prosesnya yang menarik buat (para murid), karena memakai wax kemudian pakai canting. Canting itu kan sangat tradisional sekali. Saya mengajarkannya selalu pakai canting, bukan kuas, ya. Yang membuat mereka kagum sebenarnya adalah cara pembuatannya. Itu menarik. Semuanya sangat antusias pada saat belajar batik,” ujar perempuan yang juga berprofesi sebagai pengajar bahasa Indonesia di Washington, D.C. ini.

Selain mewakili ‘Rumah Indonesia,’ Wita juga mengajarkan tentang batik di beberapa kegiatan ekstra kurikuler di sekolah-sekolah dasar yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington, D.C. bagian pendidikan dan sosial budaya.

Wita Salim saat mengajarkan proses membatik kepada anak-anak di Washington, D.C. (dok: Wita Salim)

“Kebetulan (KBRI) bekerja sama dengan beberapa sekolah-sekolah. Dipanggil karena kebetulan saya punya skill-nya untuk membatik itu sendiri. Saya sudah mengajar (di) lebih dari enam sekolah di Washington, dc dan sekitarnya,” ujar penggiat budaya yang mahir bermain angklung ini.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Wita sebagai pengajar batik adalah ketika mengajarkan anak-anak keturunan Indonesia di Amerika, yang hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang Indonesia.

Hasil karya batik anak-anak di Washington, D.C (dok: Wita Salim)

“Untuk anak Indonesia surprisingly kadang-kadang mereka enggak tahu (Indonesia) di mana. Mereka tahu bapak ibunya tau darimana, (namun) kadang-kadang mereka enggak tahu juga. Itu salah satu challenge-nya dari kami adalah pada saat mengajarkan anak-anak, sebenarnya kami mengajak orang tua juga sekalian di saat yang bersamaan," ucap Wita.

Di sinilah peran orang tua menjadi sangat krusial dalam memperkenalkan Indonesia di rumah mulai sejak dini.

"Enggak cuma guru yang bisa mengenalkan, tapi justru dari dalam rumah sendiri. Mulai mengenalkan anak-anak itu sejak dini, siapa mereka, dari mananya, paling tidak membuat mereka sudah mengenal lebih dulu Indonesia tanpa harus ada orang lain dulu yang mengajarkan,” pungkas Wita.