Tinggal di wilayah yang rawan akan tornado telah membuat warga Indonesia, Dyah Pitaloka, selalu siap siaga jika ada peringatan mengenai badai tornado seperti yang terjadi baru-baru ini.
Dyah Pitaloka yang akrab disapa Ita, tinggal di kota Norman sekitar 15 menit dari kota Moore yang hancur dilanda badai tornado.
“Kemarin itu memang kita sudah mendapat warning bahwa ini akan menjadi tiga hari severe weathers di Oklahoma. Jadi kita sudah packed our bags. Semuanya sudah kita masukkan. Paspor dan segala macam just in case we need to go to shelter langsung lari saja. Sirene berbunyi lebih dari satu kali. Lima kali kemarin. Kalau lima kali itu berarti warning untuk kita bahwa severe weathersnya akan datang beberapa kali,” jelas Ita kepada reporter VOA, Vena Dilianasari, Selasa (21/5) pagi waktu setempat.
Badai tornado yang telah memporak-porandakan kota Moore di Oklahoma tersebut telah menghancur-ratakan peruamahan dan juga sekolah-sekolah. Pada saat badai tornado datang, anak-anak masih berada di sekolah dan sedang menunggu orang tua mereka menjemput.
“Jadi itu adalah jam bubar sekolah anak-anak elementary. Jadi hari itu jam 14:35 saya dan teman sudah siap-siap mau ke sekolah anak kita. Sampai ke sekolah, take cover di situ dulu. Anak keluar langsung kita pergi ke shelter,” kata mahasiswa S3 jurusan komunikasi di University of Oklahoma ini.
Tornado shelter atau tempat untuk mengungsi ketika badai tornado datang memang banyak terdapat di berbagai tempat di Oklahoma. Karena memang negara bagian yang satu ini sering dilanda badai tornado, pemerintah menyarankan agar setiap rumah memiliki tornado shelter atau bunker di bawah tanah.
“Kalau kita punya rumah, memang kita diminta untuk punya shelter. Bunker di bawah tanah yang sudah dilengkapi dengan makanan, supply untuk bertahan. Tapi kalau di universitas, kita punya shelter di beberapa tempat. Salah satunya di weather center. Building yang ada di bawah” ujar Ita.
Para pengungsi diharuskan untuk tinggal di dalam bunker sambil menunggu pemberitahuan selanjutnya mengenai keadaan cuaca terkini. “Kita memang tinggal di situ sampai satu setengah jam sampai mereka bilang it’s clear. Banyak sekali yang membawa bayi, anak kecil, dan mereka sudah take cover terlebih dahulu” kata Ita.
Tinggal di Oklahoma telah membuat Ita lebih siap siaga dalam menghadapi badai seperti tornado kemarin.
“Yang penting ketika sudah ada tornado warning, paspor dan segala macam yang kita butuhkan harus ada di tas, kemudian dokumen-dokumen penting sudah harus masuk. Dan anak-anak kita juga harus diajari bahwa ketika ada ini (tornado) tidak boleh menangis tetapi ready harus membawa barangnya sendiri. Membawa backpacknya sendiri (dan) sudah diisi selimut (dan) segala macam) dan kita lari dengan tenang ke shelter yang kita tuju. Di sini masyarakatnya sudah belajar tidak panik,” kata Ita.
Selama tiga tahun tinggal di Oklahoma Ita sudah tiga kali berlindung di tempat pengungsian, bahkan pernah dikejar oleh badai yang menakutkan ini. “Yang dikejar beneran, satu kali. Tinggal lima menit di belakang. Tornado yang tidak pernah touchdown di Norman, itu touchdown tahun kemarin. Benar-benar touchdown mengenai tanah (dan) menghantam rumah-rumah.
Kita melihat ekornya. Awannya gelap di belakang kita dan hailnya sudah turun. Hail, angin kencang, hujan deras. Itu berubah dalam satu kedipan. Satu kedip masih melihat matahari, kedipan berikutnya sudah tidak ada. Langit gelap. Langsung hitam. Lampu langsung mati. Suara tidak ada. Sepi. Langsung hitam. Gelap semua. Saya baru sekali itu, saya bilang, ya Allah ini apa? Benar-benar dalam sekejap jadi hitam, dalam sekejap ketika tornado pergi pun jadi cerah,” jelas Ita.
Sampai saat ini badai tornado kategori EF-4 dengan kecepatan 320km/jam ini telah menewaskan 24 orang dan melukai lebih dari 200 orang.
“Kemarin itu memang kita sudah mendapat warning bahwa ini akan menjadi tiga hari severe weathers di Oklahoma. Jadi kita sudah packed our bags. Semuanya sudah kita masukkan. Paspor dan segala macam just in case we need to go to shelter langsung lari saja. Sirene berbunyi lebih dari satu kali. Lima kali kemarin. Kalau lima kali itu berarti warning untuk kita bahwa severe weathersnya akan datang beberapa kali,” jelas Ita kepada reporter VOA, Vena Dilianasari, Selasa (21/5) pagi waktu setempat.
Badai tornado yang telah memporak-porandakan kota Moore di Oklahoma tersebut telah menghancur-ratakan peruamahan dan juga sekolah-sekolah. Pada saat badai tornado datang, anak-anak masih berada di sekolah dan sedang menunggu orang tua mereka menjemput.
“Jadi itu adalah jam bubar sekolah anak-anak elementary. Jadi hari itu jam 14:35 saya dan teman sudah siap-siap mau ke sekolah anak kita. Sampai ke sekolah, take cover di situ dulu. Anak keluar langsung kita pergi ke shelter,” kata mahasiswa S3 jurusan komunikasi di University of Oklahoma ini.
Tornado shelter atau tempat untuk mengungsi ketika badai tornado datang memang banyak terdapat di berbagai tempat di Oklahoma. Karena memang negara bagian yang satu ini sering dilanda badai tornado, pemerintah menyarankan agar setiap rumah memiliki tornado shelter atau bunker di bawah tanah.
“Kalau kita punya rumah, memang kita diminta untuk punya shelter. Bunker di bawah tanah yang sudah dilengkapi dengan makanan, supply untuk bertahan. Tapi kalau di universitas, kita punya shelter di beberapa tempat. Salah satunya di weather center. Building yang ada di bawah” ujar Ita.
Para pengungsi diharuskan untuk tinggal di dalam bunker sambil menunggu pemberitahuan selanjutnya mengenai keadaan cuaca terkini. “Kita memang tinggal di situ sampai satu setengah jam sampai mereka bilang it’s clear. Banyak sekali yang membawa bayi, anak kecil, dan mereka sudah take cover terlebih dahulu” kata Ita.
Tinggal di Oklahoma telah membuat Ita lebih siap siaga dalam menghadapi badai seperti tornado kemarin.
“Yang penting ketika sudah ada tornado warning, paspor dan segala macam yang kita butuhkan harus ada di tas, kemudian dokumen-dokumen penting sudah harus masuk. Dan anak-anak kita juga harus diajari bahwa ketika ada ini (tornado) tidak boleh menangis tetapi ready harus membawa barangnya sendiri. Membawa backpacknya sendiri (dan) sudah diisi selimut (dan) segala macam) dan kita lari dengan tenang ke shelter yang kita tuju. Di sini masyarakatnya sudah belajar tidak panik,” kata Ita.
Selama tiga tahun tinggal di Oklahoma Ita sudah tiga kali berlindung di tempat pengungsian, bahkan pernah dikejar oleh badai yang menakutkan ini. “Yang dikejar beneran, satu kali. Tinggal lima menit di belakang. Tornado yang tidak pernah touchdown di Norman, itu touchdown tahun kemarin. Benar-benar touchdown mengenai tanah (dan) menghantam rumah-rumah.
Kita melihat ekornya. Awannya gelap di belakang kita dan hailnya sudah turun. Hail, angin kencang, hujan deras. Itu berubah dalam satu kedipan. Satu kedip masih melihat matahari, kedipan berikutnya sudah tidak ada. Langit gelap. Langsung hitam. Lampu langsung mati. Suara tidak ada. Sepi. Langsung hitam. Gelap semua. Saya baru sekali itu, saya bilang, ya Allah ini apa? Benar-benar dalam sekejap jadi hitam, dalam sekejap ketika tornado pergi pun jadi cerah,” jelas Ita.
Sampai saat ini badai tornado kategori EF-4 dengan kecepatan 320km/jam ini telah menewaskan 24 orang dan melukai lebih dari 200 orang.