Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo menyoroti perbedaan standar keamanan dan mutu produk mi instan asal Indonesia antara Otoritas Kesehatan Kota Taipei, Taiwan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ini menyusul temuan Otoritas Kesehatan Taiwan yang menyebut produk mi instan merek “Indomie Rasa Ayam Spesial” tidak sesuai dengan peraturan di Taiwan. Hal ini berbeda dengan pernyataan BPOM yang menyebut produk ini telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar.
Karena itu, Rio menyarankan BPOM untuk mengkaji kembali batas aman atau standar keamanan produk mi instan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait.
"Kalau masih ada kemungkinan efek samping di kemudian hari, maka tidak boleh juga kebijakan BPOM yang selama ini masih melegalkan zat tertentu," jelas Rio kepada VOA, Kamis (27/4/2023).
Rio menambahkan para pemangku kepantingan yang dapat diajak BPOM untuk membuat kajian yaitu produsen, kementerian kesehatan, konsumen. Menurutnya, BPOM dapat mengikuti standar di luar negeri seperti Taiwan jika nantinya kajian tersebut menemukan efek samping yang dapat merugikan konsumen, kendati, Rio menyebut masih ada sejumlah negara yang juga memiliki standar yang sama seperti Indonesia.
Kamis (27/4), BPOM telah menanggapi pemberitaan hasil pengawasan produk mi instan asal Indonesia yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan di Taiwan. Penyebabnya mereka menemukan residu pestisida Etilen Oksida (EtO) pada bumbu mi instan merek “Indomie Rasa Ayam Spesial”. EtO merupakan senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukimia.
Menurut BPOM, Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan. Hasil uji Otoritas Kesehatan Taiwan menunjukkan kadar EtO yang dikonversi sebesar 0,34 ppm yang jauh dari Batas Maksimal Residu (BMR) sebesar 85 ppm. Ketentuan BMR di Indonesia diatur melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.
"Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada," bunyi keterangan tertulis BPOM pada Kamis (27/4/2023).
Berdasarkan fakta itu, BPOM menilai produk mi instan tersebut aman untuk dikonsumsi karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar.
Selain itu, BPOM memerintahkan pelaku usaha termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk untuk melakukan mitigasi risiko, guna mencegah terjadinya kasus berulang. Salah satunya dengan menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.
Sementara itu, PT Indofood Sukses Makmur Tbk menyatakan semua produk mi instan yang diproduksi pihaknya diproses sesuai dengan standar keamanan pangan dari Codex Standard for Instant Noodles dan juga standar yang sesuai dengan ketentuan Badan POM RI.
Indofood juga menyampaikan produk mi instan mereka telah mendapatkan Sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) serta diproduksi di fasilitas produksi yang tersertifikasi Standar Internasional.
“Kami ingin menegaskan bahwa sebagaimana disampaikan oleh Badan POM RI, produk mi instan Indomie aman untuk dikonsumsi,” kata Direktur ICBP Taufik Wiraatmadja dalam keterangan tertulis yang diterima VOA, Jumat (28/4/2023).
Mengutip Focus Taiwan (24/4), Otoritas Kesehatan Kota Taipei menemukan dua jenis mi instan yang mengandung etilen oksida yaitu "Ah Lai White Curry Noodles" dari Malaysia dan “Indomie Rasa Ayam Spesial” dari Indonesia. Menurut otoritas tersebut, EtO ditemukan di dalam mi dan paket bumbu dari produk Malaysia, sedangkan mi asal Indonesia ditemukan di paket bumbu.
Otoritas Kesehatan Kota Taipei telah meminta dua produk tersebut ditarik dari pasar dan akan menjatuhkan denda pada importirnya. Mereka menyebut pemeriksaan mi instan tersebut dilakukan secara acak terhadap 30 produk dari berbagai toko. [sm/lt]