Juru bicara UNHCR, Sybella Wilkes, mengatakan jumlah kematian yang sebenarnya mungkin lebih banyak. Menurutnya, angka tersebut hanyalah perkiraan dan banyak perahu dan kapal mungkin tenggelam dan hilang tanpa dilaporkan.
“Dari berbagai laporan yang ada, tahun ini adalah tahun yang mengerikan. Pada dasarnya, yang terjadi adalah, runtuhnya rezim di Tunisia dan Libya membuka kembali celah ke Eropa. Tapi ini artinya sebagian besar orang yang paling rentan di dunia dibawa oleh para penyelundup dan ditempatkan dalam situasi yang paling mengancam nyawa,” kata Wilkes.
Penyelundup di Laut Tengah punya metode berbeda dari penyelundup di Teluk Aden. Di Teluk Aden, penyelundup seringkali merampok, membunuh, atau membuang pengungsi Etiopia dan Somalia dari perahu dalam perjalanan menuju Yaman. “Apa yang kami dengar adalah para penyelundup tidak ikut ke dalam perahu. Yang mereka lakukan adalah mengumpulkan kelompok-kelompok pengungsi dan imigran yang ingin pergi dan kemudian mewajibkan pengungsi dan imigran itu mengemudikan perahu-perahu mereka sendiri. Jadi, perahu-perahu itu tersesat, dan tenggelam. Dalam beberapa kasus, bahkan para penumpang saling menyerang satu sama lain dalam kapal yang tidak layak untuk melaut,” ungkap Wilkes mengenai apa yang terjadi di Laut Tengah.
UNHCR memperkirakan lebih dari 58.000 pengungsi dan imigran dari Afrika tiba di Eropa tahun 2011. Dari jumlah tersebut, sebagian besarnya, sekitar 56.000 orang, tiba di Italia dan sisanya tiba di Yunani dan Malta melalui laut. Ada jumlah cukup tinggi yang melintasi perbatasan ke Yunani melalui darat, yaitu sekitar 55.000 orang.
Sejauh ini tahun 2012, UNHCR menyebut tiga kapal berupaya menyeberang dari Libya, meskipun laut meninggi dan cuaca buruk. Salah satu kapal tersebut, membawa 55 orang, melaporkan masalah mesin tanggal 14 Januari dan kemudian menghilang. Sejak itu, pejabat angkatan laut Libya mengungkapkan jasad 15 orang Somalia yang hanyut ditemukan pekan lalu, termasuk 12 perempuan, dua laki-laki dan seorang bayi perempuan.
Dalam arus pengungsi baru-baru ini, banyak di antaranya adalah orang Somalia. Berdasarkan pedoman UNHCR, semua orang ini semestinya dianggap sebagai pengungsi secara otomatis karena situasi belakangan ini di Somalia. Mayoritas pengungsi yang mencoba melakukan perjalanan mengerikan tersebut adalah perempuan dan anak-anak.